PANDUGA.ID, REMBANG – Sebanyak 40 ribu kepesertaan BPJS Kesehatan di Kabupaten Rembang dinonaktifkan oleh pemerintah pusat tanpa pemberitahuan sebelumnya. Keputusan sepihak ini menuai reaksi dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang yang langsung mengambil langkah untuk meringankan beban masyarakat terdampak.
Bupati Rembang, Abdul Hafidz, mengungkapkan bahwa Pemkab telah memutuskan untuk membebaskan biaya pengobatan bagi warga yang menjalani perawatan di rumah sakit daerah. Langkah ini diambil sebagai solusi sementara untuk mengatasi dampak dari kebijakan tersebut.
“Kami memutuskan untuk memberikan pembebasan biaya perawatan di rumah sakit daerah sebagai langkah cepat. Namun, kendala muncul jika mereka harus berobat di luar Kabupaten Rembang,” ujar Hafidz dalam rapat paripurna DPRD Rembang, Jumat (29/11/2024).
Hafidz menjelaskan, Kabupaten Rembang sebelumnya telah mencapai tingkat kepesertaan BPJS Kesehatan sebesar 98,8 persen, yang memenuhi syarat untuk Universal Health Coverage (UHC). Namun, secara tiba-tiba, pemerintah pusat menonaktifkan status Penerima Bantuan Iuran (PBI) tanpa koordinasi.
“Tanpa pemberitahuan, PBI tiba-tiba dinonaktifkan. Ini mengejutkan, dan banyak warga yang kini berusaha mendapatkan BPJS melalui program daerah,” kata Hafidz.
Ketidaktahuan atas alasan penonaktifan tersebut menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Banyak warga yang merasa dirugikan karena tidak lagi dapat menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan untuk mendapatkan layanan medis.
Hafidz juga memaparkan bahwa Pemkab Rembang telah mengalokasikan anggaran untuk 66.716 kepesertaan BPJS pada tahun ini. Namun, hingga kini terdapat tunggakan pembayaran sebesar Rp 3,4 miliar akibat keterlambatan selama dua bulan terakhir.
“Kekurangan pembayaran ini akan kami selesaikan pada 2025. Dana yang tersedia, termasuk Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), cukup untuk menutup tunggakan tersebut,” jelasnya.
Dengan langkah pembebasan biaya perawatan di rumah sakit daerah, Pemkab Rembang berharap dapat mengurangi beban masyarakat yang terdampak. Hafidz juga menekankan pentingnya komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah untuk mencegah kebijakan serupa di masa depan.
“Kami ingin masyarakat tidak terbebani akibat kebijakan yang kurang transparan. Diharapkan, solusi ini bisa membantu warga yang memerlukan layanan kesehatan,” tutup Hafidz. (CC02)