SEMARANG – Penggunaan energi baru terbarukan terus digencarkan oleh pemerintah Indonesia. Salah satu buktinya yakni dengan menciptakan infrastruktur transportasi yang ramah lingkungan.
Sedangkan di sektor industri, para pengusaha diminta untuk bisa menggunakan energi terbarukan. Satu di antara energi terbarukan yang banyak diadopsi yakni Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Satu di antara industri di Jawa Tengah yang sudah menerapkannya yakni CV. Jaya Setia Plastik yang berlokasi di Jalan Demak – Kudus Km. 19, Karanganyar, Kabupaten Demak. Hingga saat ini industri manufaktur tersebut sudah menggunakan PLTS dengan daya 1,370 MWp.
Kepala Bidang Kelistrikan CV. Jaya Setia Plastik, Saiful, mengatakan pemasangan PLTS dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama tahun 2020 sebesar 470 kWp. Tahap kedua tahun 2021 600 kWp, dan tahap ketiga tahun 2022 sebesar 300 kWp.
“Total sekarang daya dari PLTS yang kami miliki sebesar 1,370 MWp. Awalnya kami pasang daya sedikit dahulu untuk menghitung berapa persen penghematan listrik yang bisa dirasakan,” terangnya.
Karena dampaknya begitu signifikan, akhirnya perusahaan menambah panel surya untuk mencukupi kebutuhan operasional. Saiful juga menjelaskan bagaimana cara kerja PLTS yang ada di CV. Jaya Setia Plastik.
“Arus listrik DC yang keluar dari panel surya dimasukkan ke inverter on grid. Lalu dikeluarkan dalam bentuk arus AC ke dalam sistem on grid PLTS. Kemudian arus AC diekspor atau dijual ke PLN melalui KWH ekspor – impor. Jadi listrik yang kami gunakan tetap dari PLN, tapi tagihannya dipotong dari listrik yang kami ekspor dari PLTS,” jelasnya.
Selain bisa memangkas biaya listrik, PLTS on grid juga tidak membutuhkan baterai untuk menyimpan daya listrik. Sehingga daya yang dihasilkan bisa langsung digunakan.
“Karena tidak ada baterai, untuk kebutuhan malam hari tentu kami 100 persen menggunakan listrik dari PLN. Yang jelas PLTS perawatannya mudah dan ramah lingkungan. Dalam sehari kami menghasilkan daya listrik hingga 5.000 kWh,” ucap Saiful.
PLTS yang ada di CV. Jaya Setia Plastik bukan tanpa kendala. Meskipun bisa menghemat biaya sebesar 40 persen, daya yang bisa digunakan untuk operasional perusahaan hanya 10 persen.
“Padahal dengan kemampuan daya 1,370 MWp, kami bisa memanfaatkan 50 persennya. Tapi karena ada regulasi dari PLN yang tidak memperbolehkan, maka kami tidak bisa maksimal memanfaatkannya. Jadi daya yang tidak dipakai terpaksa kami buang,” tegasnya.
Saiful mengatakan, apabila pihaknya tetap menggunakan daya PLTS tanpa ada ketentuan regulasi dari PLN, maka pihak PLN tidak akan bertanggung jawab. Padahal pihaknya hanya menunggu izin koneksi dari PLN.
“Kami sudah mengajukan dari Januari 2022 tapi hingga saat ini belum ada informasi lanjutan. Sejujurnya kami berharap daya PLTS yang ada bisa dimanfaatkan sebesar 50 persennya,” tutupnya.
Di lain pihak, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah, Sujarwanto Dwiatmoko, mengatakan ada kebijakan antara Kementerian ESDM dengan PLN yang belum selesai.
“Itulah mengapa ada regulasi dari PLN yang tidak sejalan dengan Permen no. 26 tahun 2021, sehingga daya yang boleh dimanfaatkan hanya 15 persen saja. Tapi itu bukan kapasitas saya untuk menjawab. Sepenuhnya kebijakan Kementerian ESDM dan PLN,” tegasnya.
General Manager PLN M Irwansyah beberapa waktu lalu juga mengatakan untuk wilayah Jawa, Madura, Bali ada kelebihan suplai. Namun menurut pandangan Sujarwanto bukan berarti PLN tidak mendukung green energy.
“Sumbernya PLN itu memang ada yang batubara ada yang dari energi terbarukan. Tapi menurut saya bukan karena kelebihan suplai akhirnya PLTS dibatasi penggunaannya hanya 15 persen. Tapi ada ketidakseimbangan antara pertumbuhan infrastruktur listrik dengan aktivitas ekonomi,” jelasnya.
Ia melanjutkan, ketidakseimbangan tersebut terjadi pada saat pandemi dimana aktivitas orang dibatasi. Namun, saat ini PLN sedang mempercepat penyambungan untuk konsumen baru.
“Jika dikaitkan dengan green energy, PLN sudah berkomitmen akan menggunakan sumber energi terbarukan secara bertahap. Mulai dari tahun 2030 hingga 2060. Tujuannya supaya ada zero emission. Hal itu tertuang dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN),” pungkas Sujarwanto.