PANDUGA.ID, REMBANG – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Rembang belum dapat memastikan dampak pencemaran yang diakibatkan oleh aktivitas PT KRI, perusahaan pengolahan batu kapur yang berlokasi di Desa Kajar, Gunem, Rembang. Saat ini, DLH telah melaporkan masalah tersebut ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk ditindaklanjuti.
Lokasi PT KRI yang berada di perbatasan Rembang dan Blora ini mendapat sorotan warga, terutama dari Dukuh Kembang, Desa Jurangjero, Bogorejo, Blora. Mereka memprotes bau yang diduga berasal dari aktivitas perusahaan tersebut. Perselisihan antara warga dan pihak perusahaan bahkan memicu dugaan kekerasan dan pengrusakan pada Rabu (13/11). Saat ini, kasus tersebut sedang dalam penanganan Sat Reskrim Polres Rembang.
Kepala Desa Jurangjero, Suwoto, mengaku pihaknya belum pernah menerima sosialisasi terkait keberadaan PT KRI. Sementara itu, Kepala Seksi Energi Dinas ESDM Wilayah Kendeng Selatan, Sinung Sugeng Arianto, menjelaskan bahwa PT KRI merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang bergerak di industri pengolahan batu kapur.
“PT KRI membeli bahan baku dari penambang berizin di sekitar lokasi karena mereka tidak memiliki izin tambang sendiri. Jika pun mengurus izin tambang, itu menjadi kewenangan pemerintah pusat karena statusnya PMA,” jelas Sinung.
Kepala DLH Rembang, Ika Himawan Afandi, menyampaikan bahwa pihaknya sudah tiga kali mengunjungi lokasi pabrik, tetapi belum pernah menemukan aktivitas operasionalnya secara langsung.
“Informasi yang kami dapat, operasional pabrik berlangsung dari sore hingga malam. Namun, kami belum bisa memastikan gambaran pencemaran yang ditimbulkan,” katanya, Jumat (15/11).
Ika menambahkan bahwa saat ini izin operasional PT KRI masih dalam tahap penyusunan Rintek (Rincian Teknis) dan Pertek (Persetujuan Teknis) terkait limbah B3, limbah cair, dan emisi. Tahapan ini masih jauh dari persetujuan lingkungan.
“Setelah syarat administrasi terpenuhi, akan dilakukan evaluasi apakah sesuai praktik di lapangan. Jika tidak sesuai, Surat Kelayakan Operasional (SLO) tidak akan diterbitkan, sehingga izin lingkungan juga tidak bisa keluar,” tegas Ika.
PT KRI sebelumnya pernah disegel oleh KLHK, tetapi segel tersebut dibuka kembali untuk keperluan uji coba mesin. “Trial seharusnya hanya berlangsung beberapa jam untuk melihat kondisi mesin, lalu segel ditutup lagi,” tambah Ika.
Kasat Reskrim Polres Rembang, AKP Heri Dwi Utomo, menyatakan pihaknya akan mendalami dugaan pencemaran lingkungan akibat aktivitas PT KRI. “Kami akan mengundang pihak DLH untuk memastikan apakah emisi yang dihasilkan perusahaan menyebabkan pencemaran atau tidak,” jelasnya.
Keberadaan PT KRI di wilayah perbatasan ini terus menjadi perhatian, baik oleh warga maupun pihak berwenang, mengingat potensi dampak lingkungan yang ditimbulkan. (CC02)