PANDUGA.ID, JAKARTA – Rapat Badan Legislatif (Baleg) DPR pada hari ini menyoroti dua isu krusial terkait Pilkada 2024, yaitu syarat usia calon gubernur/wakil gubernur dan persyaratan pencalonan oleh partai politik.
Dalam rapat tersebut, mayoritas peserta memilih untuk mengadopsi putusan Mahkamah Agung (MA) yang kontroversial terkait syarat usia calon, mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang lebih dulu menetapkan aturan tersebut.
Keputusan ini memunculkan kritik dari berbagai kalangan yang menilai bahwa langkah ini lebih condong pada kepentingan politik tertentu.
Mahkamah Konstitusi sebelumnya telah memutuskan bahwa syarat usia minimal 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur harus didasarkan pada usia saat penetapan calon oleh KPU.
Namun, putusan tersebut dibantah oleh MA yang menetapkan bahwa usia 30 tahun dihitung berdasarkan saat pelantikan.
Keputusan MA ini diduga memberi jalan bagi Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Jokowi, yang baru akan berusia 30 tahun pada 25 Desember 2024, untuk mencalonkan diri dalam Pilkada November mendatang.
“Putusan MA ini tampaknya lebih mengakomodasi kepentingan politik tertentu daripada mempertahankan prinsip keadilan dalam demokrasi,” ujar Cecep Hidayat seorang pengamat politik, Kamis (22/8/2024).
Dalam rapat tersebut, mayoritas anggota Baleg, termasuk pihak Pemerintah, sepakat untuk mendukung putusan MA, meski mendapat protes keras dari fraksi PDIP yang merasa putusan MK lebih sesuai dengan prinsip demokrasi.
Tidak hanya soal syarat usia, rapat Baleg juga membahas persyaratan pencalonan oleh partai politik dalam Pilkada. Meskipun MK telah memutuskan bahwa ketentuan partai yang memiliki 20% kursi DPRD atau 25% dari suara sah di DPT tidak lagi konstitusional, mayoritas anggota Baleg dan Pemerintah sepakat untuk mempertahankan persyaratan tersebut.
Mereka hanya akan menjadikan putusan MK sebagai ‘pelengkap’, tanpa mengubah substansi dari ketentuan lama.
Keputusan Baleg ini menuai kritik dari berbagai pihak yang menilai bahwa langkah tersebut berpotensi mengurangi kualitas demokrasi di Indonesia.
Langkah DPR dan Pemerintah untuk mempertahankan persyaratan lama dalam pencalonan Pilkada menunjukkan adanya resistensi terhadap perubahan yang lebih demokratis, yang diharapkan bisa dihadirkan melalui putusan MK.(CC-01)