PANDUGA.ID, SEMARANG – Judi online menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Banyak masyarakat yang terjerumus dalam praktik ini, bahkan menyebar hingga ke pelosok daerah.
Berbeda dengan Indonesia, di beberapa negara Asia Tenggara seperti Kamboja, Filipina, dan Vietnam, judi online diizinkan oleh pemerintah.
Yang mengejutkan, banyak warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja mengelola situs judi online di negara-negara tersebut.
Tim redaksi kami berbincang dengan Wijaya, warga Kota Semarang yang pernah menjadi pengawas di tempat perjudian online di Kamboja selama dua tahun.
“Tempatnya biasa saja, bahkan ada cafenya juga,” ujar Wijaya, Jumat (28/6/2024).
Menurutnya, tidak hanya warga Jateng, anak muda dari berbagai daerah di Indonesia juga banyak yang bekerja di sana.
Beberapa warga negara Tiongkok juga bekerja mengoperasikan situs judi online.
Di Kamboja, judi online adalah kegiatan legal sehingga tidak ada masalah dengan pihak berwajib.
“Di sana legal, jadi ya biasa saja.
Ada yang tugasnya menganalisis kemenangan dan kekalahan hingga maintenance jaringan.
Kalau saya hanya mengawasi kinerja mereka,” jelas Wijaya.
Selama dua tahun, Wijaya membawahi belasan orang yang mengoperasikan situs judi online.
Ia mengungkapkan bahwa kemenangan dan kekalahan dalam judi online sudah diatur sedemikian rupa sehingga bandar tidak akan pernah kalah.
“Jadi kalau ada yang kaya karena judi online itu mustahil,” tegasnya.
Wijaya menjelaskan lebih detail mengenai pengaturan kemenangan dan kekalahan.
Pengguna awal dipastikan mendapatkan kemenangan dengan persentase 70-80 persen, kemudian tingkat kemenangan diturunkan secara bertahap hingga 5 persen atau bahkan 0 persen.
“Setelah deposit mulai menipis, pengguna akan dimenangkan lagi agar mau top up. Itu sudah tersistem,” tutur Wijaya.
Awalnya, Wijaya ditawari mengelola salah satu cafe di Kamboja.
Setibanya di sana, ia diminta mengelola cafe yang juga memiliki tempat judi online.
Beberapa kali ia ingin kembali ke Indonesia namun tidak diperbolehkan.
Akhirnya, dua tahun lalu, ia bisa kembali ke Semarang.
“Ada waktu libur dan diperbolehkan kembali ke Indonesia, tapi menunggu dua tahun.
Saya pun kembali dengan alasan mengambil libur dan tidak kembali lagi ke sana,” katanya.
Wijaya mengaku bahwa gaji yang ditawarkan cukup menggiurkan, sekitar Rp 9 juta sampai Rp 15 juta setiap bulan, dengan fasilitas tempat tinggal dan makan.
Namun, tekanan kerja sangat tinggi.
“Bekerja dengan orang, tekanannya pasti ada.
Intinya lebih berat dari bekerja di Indonesia. Sudah seperti kuda, tenaga dan pikiran diperas terus,” paparnya.
Ia menambahkan bahwa judi online hanya akal-akalan dan patut diwaspadai. Ketagihan judi online dapat menyebabkan kemiskinan.
“Kalau tidak percaya, coba saja sendiri. Saya pun tidak mau bermain judi online.
Kalau mau miskin cepat, ya silakan terjun ke judi online,” imbuhnya. (CC02)