PANDUGA.ID, JAKARTA – Mantan Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) periode 2019-2024, Achsanul Qosasi, dituntut pidana lima tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta, subsider enam bulan kurungan.
Tuntutan tersebut dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (20/5/2024).
Jaksa menilai Achsanul terbukti memeras sejumlah Rp 40 miliar terkait pengondisian temuan BPK dalam proyek pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung tahap 1 hingga 5 yang dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo.
“Perbuatan terdakwa mengakibatkan turunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tinggi negara,” ujar jaksa dalam persidangan, menjelaskan faktor pemberat dalam tuntutan tersebut.
Namun, ada beberapa hal yang meringankan tuntutan terhadap Achsanul.
Ia mengakui perbuatannya dan telah mengembalikan seluruh uang yang diterimanya, yakni sebesar USD 2,64 juta atau setara dengan Rp 40 miliar. Pengakuan ini dinilai sebagai langkah positif yang membantu proses hukum.
Selain Achsanul, jaksa juga menuntut hukuman bagi Sadikin Rusli, orang kepercayaan Achsanul, dengan pidana empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta, subsider tiga bulan kurungan.
Sadikin dinilai bersalah karena menjadi perantara penyerahan uang tersebut.
“Tuntutan lebih ringan diberikan karena Sadikin tidak menikmati hasil tindak pidana,” ujar jaksa.
Dalam kasus ini, uang USD 2,64 juta yang diterima Achsanul berasal dari Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama.
Uang tersebut berasal dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan, atas perintah Direktur Utama Bakti Kominfo, Anang Latif.
Rangkaian aliran dana ini menunjukkan kompleksitas kasus yang melibatkan banyak pihak dalam proyek BTS 4G tersebut.
Pengadilan Tipikor Jakarta akan melanjutkan persidangan dengan agenda pembelaan dari terdakwa sebelum akhirnya majelis hakim menjatuhkan putusan.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan pejabat tinggi dan berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintahan yang semestinya bertindak sebagai pengawas dan penegak integritas.(CC-01)