PANDUGA.ID, JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum dilaporkan ke DKPP karena menerima pencalonan Prabowo-Gibran.
Pelapor adalah Demas Brian Wicaksono berdasarkan perkara nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023.
Demas melaporkan ke KPU karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo usai putusan MK.
Sidang pelanggaran kode etik KPU pun digelar pada Senin (15/1/2024) lalu dengan menghadirkan beberapa saksi ahli.
Salah satunya Prof. Drs. Ratno Lukito, yang menilai Putusan MK No. 90 merupakan putusan yang bersifat non-executable.
Karena menurut UU No. 12 Tahun 2011 Pasal 10 ayat (1) huruf d dan ayat (2), serta penjelasannya tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus ditindaklanjuti oleh Presiden, atau DPR untuk mengubah norma hukum pasal atau ayat dalam UU yang dibatalkan/dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
Tindak Lanjut DPR atau Presiden
Berdasarkan Pasal 10 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011, disebutkan bahwa tindak lanjut oleh Presiden atau DPR untuk mengubah rumusan norma hukum UU yang dibatalkan itu agar tidak ada kekosongan hukum.
Oleh karena itu, UU No. 12 Tahun 2011 itu memerintahkan agar UU Pemilu, UU No. 7 Tahun 2017, yang mengatur syarat minimal usia cawapres 40 tahun, diubah terlebih dahulu.
Setelah diubah sesuai Putusan MK No. 90, KPU dapat melakukan konsultasi dengan DPR atau Presiden untuk melakukan perubahan peraturan pada pasal 169 (q) UU No. 7 Tahun 2017 dan KPU No. 19 Tahun 2023.
Hal itu perlu dilakukan agar syarat batas minimal capres-cawapres 40 tahun diubah rumusannya sesuai Putusan MK No. 90.
“Celakanya lagi, KPU belum mengubah Peraturan KPU No. 19 tahun 2023 yang masih mengatur usia minimal cawapres 40 tahun; dan tiba-tiba KPU menerima dan menetapkan pendaftaran Gibran,” jelas Ratno.
Ratno menegaskan ada perbuatan melanggar hukum yang dilakukan KPU karena tidak ada dasar hukum yang sah untuk menerima pendaftaran Gibran.
Menurut Ratno, KPU telah melanggar sumpahnya untuk menaati UUD 1945.
Sehingga KPU dianggap melakukan pelanggaran etik yang sangat berat.
Di lain pihak, saksi ahli lain DR. Charles Simabura, mengatakan seharusnya KPU menunggu tindak lanjut dari Presiden atau DPR.
Karena KPU tidak bisa mengubah aturan tanpa adanya tindak lanjut dari DPR atau Presiden.
“Nah ini saya tidak tahu mengapa KPU bisa melakukan perubahan dengan dasar putusan MK,” tegasnya.(CC-01)