PANDUGA.ID, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang juga calon wakil presiden nomor urut 3 makan siang bersama rombongan nelayan yang tergabung dalam Rumah Demokrasi Nelayan (Raden), di Marunda, Kota Cilinsing, Jakarta Utara, Kamis (21/12/2023) lalu.
Banyak nelayan dan warga desa Marunda Kepu yang antusias menyambut kedatangan Mahfud.
Anggota Komunitas Raden rupanya sudah menunggu beberapa jam sebelum kedatangan calon wakil presiden nomor urut tiga itu.
Dalam perjalanan menuju titik pertemuan, Mahfud yang mengenakan pakaian batik menaiki perahu bersama nelayan dan warga sekitar.
Sesampainya di titik pertemuan, Mahfud langsung menghampiri sebuah warung yang menjual makanan dan minuman mangrove.
Mahfud langsung mencicipi makanan dan minuman tersebut.
“Ini enak sekali,” katanya.
Setelah itu, Mahfoud langsung membakar ikan hasil tangkapan para nelayan tersebut.
Ia terlihat memakan kerang, kamaboko, tuna, dan kangkung.
Saat mereka menyantap makanan yang disiapkan oleh para wanita yang tergabung dalam Pusat Produksi Shiokara dan Sepia, mereka terlihat sangat lapar.
“Hal ini kurang mendapat perhatian. Airnya tampak keruh dan agak kotor, namun para nelayan membangun dermaga sendiri dengan menggunakan bambu dan bahan lainnya. Padahal ini salah satu sumber kehidupan mereka, kata Mahfud. Indonesia punya kekayaan yang luar biasa,” kata Mahfud.
Ketimpangan Mengurusi Pelabuhan
Namun sayangnya, terdapat ketimpangan dan keseriusan dalam menanganinya.
“Misalnya banyak kapal asing yang tiba di Natuna di Laut Cina Selatan, tapi kita tidak punya kapasitas yang cukup untuk melindunginya,” kata Mahfud.
Selain makan siang yang disiapkan oleh para nelayan, Mahfud didampingi staf ahli Menko Polhukam Bidang Kedaulatan Daerah dan Maritim berkesempatan berdialog dan membahas berbagai persoalan.
Ini adalah permintaan dari organisasi perikanan.
“Banyak persoalan yang dihadapi masyarakat pesisir, Pak. Kehadiran bapak di sini memberikan harapan. Masalah khas kami adalah bahan bakar. Kami nelayan tradisional hanya membutuhkan 10 liter bahan bakar per hari. Desa kami juga dikecualikan dengan status abu-abu,” curhat Arom mewakili para nelayan.
Arom adalah seorang nelayan yang telah berkeliling dunia untuk meningkatkan kesadaran mengenai pencemaran Teluk Jakarta.
Selain permasalahan jangka pendek seperti kekurangan bahan bakar yang perlu segera diatasi, Program Indonesia Unggul untuk Sealand Demokratis perlu lebih diperkuat untuk meningkatkan taraf hidup para nelayan, kata Mahfud.
“Kita akan mewujudkan negara maritim yang demokratis. Pembangunan maritim akan dilakukan dari perspektif budaya dan kekayaan alam warisan,” kata Mahfud.
Lebih lanjut Mahfud menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara yang dua pertiganya terdiri dari lautan.
Oleh karena itu, perlu pemanfaatan sumber daya alam dan kelautan untuk membangun ekonomi kelautan yang secara alamiah memperhatikan faktor geologi.(CC-01)