PANDUGA.ID, JAKARTA – Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka pada Minggu 19 November 2023 menghadiri acara ‘Deklarasi Nasional Desa Bersatu Untuk Indonesia Maju’.
Kehadiran Gibran di acara tersebut sebagai bentuk dukungan perangkat desa terhadap putra sulung Presiden Jokowi itu.
Lucunya, acara tersebut diselenggarakan oleh APDESI atau Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia dan 8 asosiasi lainnya.
Padahal dalam acara itu sarat akan muatan politis deklarasi perangkat desa untuk capres-cawapres nomor urut 2.
Akibat acara tersebut, Bawaslu DKI Jakarta merilis hasil pemeriksaan dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Gibran.
Reki Putera Jaya, Anggota Bawaslu DKI Jakarta, mengatakan acara tersebut terbukti melanggar Undang-undang Pemilu.
Pelanggaran pemilu yang dilakukan berdasarkan pemeriksaan terhadap APDESI dan ABPEDNAS atau Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional.
“Sehingga kemudian berdasarkan hasil penelusuran dan bukti-bukti, kami menilai dan menetapkan telah terjadi dugaan pelanggaran,” ungkapnya.
Pihaknya mengatakan tak hanya Gibran saja yang melanggar aturan Pemilu, tapi kepala desa dan perangkat desa yang hadir pula.
Mereka melanggar Pasal 29 huruf b dan Pasal 51 huruf b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
“Pada pokoknya menyatakan soal larangan membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu,” tambah Reki.
Tak hanya itu saja, Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum juga menjelaskan mengenai larangan mengikutsertakan perangkat desa atau kepala desa.
Hal tersebut tertuang di Pasal 280 ayat 2 huruf h, i, j yang menyatakan bahwa pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan kepala desa, perangkat desa, dan anggota badan permusyawaratan desa.
Pada pasal 282 juga menyebutkan bahwa pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
Masih di UU yang sama, pada pasal 494 setiap aparatur sipil negara, anggota TNI dan Polri, kepala desa, perangkat desa, dan/atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
Bawaslu DKI Jakarta kemudian memberikan saksi peringatan kepada APDESI, Dewan Pengurus Nasional Persatuan Perangkat Desa Indonesia, Persatuan Perangkat Desa Indonesia, dan Asosiasi Kepala Desa Indonesia.
Selain peringatan tertulis untuk tidak melakukan tindakan serupa, Bawaslu DKI Jakarta juga memberikan rekomendasi ke Kemendagri.
Kemendagri diminta untuk menindaklanjuti temuan-temuan Bawaslu sesuai ketentuan UU.
Sanksi yang bisa diberikan kepada perangkat desa yakni berupa administratif atau pidana.
Reki juga meminta kepada aparat desa yang lain untuk menjaga netralitas saat Pemilu 2024.(CC-01)