PANDUGA.ID, SEMARANG – Pada suatu hari di SMA Negeri Konoha, akan dilaksanakan pemilihan siswa teladan.
Pak Joko, Kepala Sekolah SMA Negeri Konoha memberikan pengumuman kepada para guru.
“Diberitahukan kepada seluruh guru, bulan ini kita akan menyelenggarakan pemilihan siswa teladan,” ucap Pak Joko di ruang guru.
Sebelum pemilihan siswa teladan dilaksanakan, Pak Joko membentuk panitia seleksi yang dipilih berdasarkan keinginannya.
“Pak Usman, Pak Saldi, Pak Arief, Pak Wahihuddin, Pak Suhartoyo, Pak Manahan, Bu Enny, Pak Daniel, dan Pak Guntur saya tunjuk menjadi panitia. Ketuanya Pak Usman. Saya minta segera lakukan seleksi terhadap seluruh siswa, untuk menentukan siapa yang paling teladan di sekolah ini,” tegas Pak Joko sembari menggaruk pantatnya.
Genap satu bulan, paniti seleksi siswa teladan melaksanakan tugasnya.
Tiga siswa teladan pun dipilih untuk ditunjuk memasuki tahap wawancara di hadapan kepala sekolah.
“Pak Joko, izin menyampaikan ini sudah ada tiga nama calon siswa teladan yang kami pilih. Mereka adalah Raka, Muhaimin, dan Mahfud,” ucap Pak Usman.
Pria berkumis tebal itu pun akhirnya menyerahkan dokumen pelengkap kepada Pak Joko.
“Baik, terima kasih pak. Besok mereka akan saya panggil untuk tahap seleksi wawancara,” jawab Pak Joko.
Ketiga calon siswa teladan pun dipanggil dan sudah mempersiapkan jawaban di hadapan Pak Joko.
Pengumuman Siswa Teladan
Hari pengumuman pun tiba. Raka, Muhaimin, dan Mahfud sama-sama berharap namanya terpilih menjadi siswa teladan.
“Baik bapak ibu guru yang saya hormati dan anak-anak yang saya banggakan. Hari ini saya akan mengumumkan siapa siswa teladan di tahun 2023,” ucap Pak Joko usai memimpin upacara bendera.
“Berdasarkan keputusan panitia seleksi siswa teladan, saya memutuskan ananda Raka menjadi murid teladan 2023!,” teriaknya.
Seketika para guru dan murid yang masih berdiri di lapangan saling menatap dan tolah toleh.
“Heh kok isoh?”
“Teladan opone ki?”
“Kerjaannya cuma nyontek tugas,”
“Dia kan sering bolos sekolah,”
“Kakeane ik,”
Itulah beberapa ucapan yang telontar dari para siswa, setelah mendengar pengumuman siswa teladan 2023.
Usut punya usut, Raka adalah anak dari Pak Joko yang sudah diketahui banyak siswa.
Bahkan para pedagang jajanan pun tahu, perilaku Raka tidak patut untuk jadi siswa teladan.
Tak berselang lama komite orangtua siswa pun tahu kecurangan yang dilakukan Kepala Sekolah SMA Negeri Konoha.
Para orangtua siswa menuntut mengadili panitia seleksi siswa teladan yang bersekongkol dengan kepala sekolah.
Ternyata Pak Usman juga punya hubungan keluarga dengan Pak Joko.
Tapi sayang, meski diputuskan bersalah, Raka tetaplah menjadi siswa teladan karena keputusan itu bersifat mengikat.
Meski sudah terbukti jika seleksi itu dilakukan dengan cara yang culas, Raka pun tetap bangga sebagai siswa teladan.
Bahkan Raka tak tahu malu memamerkan status barunya itu kepada teman-temannya.
Sejak saat itu juga senyum teman-teman Raka hanya di bibir saja.
Sutradara Kritik Film Buatannya
Itulah sedikit cerita di SMA Negeri Konoha yang terinspirasi dari kisah nyata.
Kisah bak sinetron korea yang sedang dirancang oleh seorang ‘sutradara’ yang mengomentari filmnya sendiri.
“Saya melihat akhir-akhir ini yang kita lihat adalah terlalu banyak dramanya, terlalu banyak drakornya, terlalu banyak sinetronnya, mestinya kan pertarungan gagasan, mestinya pertarungan ide, bukan pertarungan perasaan,” kata pria berperawakan kurus itu.
Drama itu bermula ketika Mahkamah Konstitusi membuat putusan bahwa siapapun bisa menjadi capres-cawapres di bawah usia 40 tahun asal pernah menjadi kepala daerah.
Bagi banyak pihak, putusan itu sarat akan kepentingan karena diucapkan oleh seorang Anwar Usman yang notabennya paman Gibran Rakabuming Raka.
Maka tak heran apabila masyarakat mencap MK sebagai Mahkamah Keluarga, karena membuat putusan yang kontroversial.
Bagi pendukung Jokowi, putusan itu tidak ditunjukkan ke Gibran tapi seluruh kepala daerah meski usianya kurang dari 40 tahun.
Tapi faktanya setelah putusan itu diteken, Gibran langsung menghadiri Rapimnas Golkar untuk diusulkan sebagai cawapres Prabowo.
Lagi-lagi Jokowi berkilah tidak mengetahui manuver yang dilakukan oleh anaknya, padahal itu sudah ada dalam skenarionya.
Sikap Prabowo
Pertanyaannya mengapa Prabowo mau bersanding dengan ‘anak kemarin sore’?
Jawabannya mudah. Riwayat Prabowo tiga kali maju Pilpres selalu gagal untuk menjadi presiden. Masa iya mau gagal lagi keempat kalinya?
Prabowo tidak mungkin tutup mata terhadap pendapat rakyat yang kecewa atas pilihannya tersebut.
Media online, TV, cetak, elektronik, dan media sosial banyak menyuarakan kekecewaan rakyat terhadap putusan MK dan Prabowo.
Begitulah Prabowo, ia akan melakukan segala cara agar ambisinya menjadi presiden berhasil.
Tak hanya pendukung Prabowo, banyak pendukung Jokowi yang kecewa karena telah menghancurkan demokrasi.
Salah satunya Goenawan Mohamad, budayawan dan sastrawan yang mengaku dibodohi oleh Jokowi.
“Jika nanti Prabowo-Gibran/Jokowi menang, kita dan generasi anak kita akan mewarisi kehidupan politik yang terbiasa culas, nepotisme yang menghina kepatutan, lembaga hukum yang melayani kekuasaan,” tulis Goenawan di akun X miliknya.
Ketua MK Dicopot
Terbaru, Anwar Usman Ketua MK dicopot dari jabatannya karena terbukti melakukan pelanggaran etik.
Artinya apa yang diputuskannya merupakan produk hukum yang cacat. Tapi tetap saja tidak bisa dibatalkan karena bersifat mengikat.
Bola panas ada di tangan KPU RI yang sudah merevisi PKPU pada 3 November 2023, menyesuaikan putusan MK perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Beranikah KPU merevisi PKPU karena terbukti putusan MK perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 cacat hukum?
Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres hasil putusan MK yang cacat masihkah punya urat malu?
Sepertinya tidak, karena Pilpres 2024 memang membutuhkan sosok capres-cawapres yang jujur, adil, dan tak tahu malu.
Wallahua’lam bisshawab
Pemakzulan Jokowi
Isu pemakzulan Jokowi juga bergema, karena ada beberapa elit politik yang khawatir menjadi korban kecurangan di Pilpres 2024.
Bagaimana tidak, Jokowi masih memegang kuasa untuk mengendalikan institusi, lembaga, Polri, TNI, Pj gubernur, walikota, dan bupati.
Kekuasaan yang ada di tangan Jokowi bisa saja digunakan untuk memuluskan ambisi politiknya.
Tapi apakah bisa Jokowi dimakzulkan? Dalam politik tidak ada yang tak mungkin.
Prabowo-Gibran didukung oleh Partai Gerindra (78 kursi), Partai Golkar (85 kursi), Partai Demokrat (54 kursi), PAN (44 kursi), dan sisanya tidak di dalam parlemen.
Total kursi pendukung Prabowo-Gibran yakni 261 kursi.
Ganjar-Mahfud didukung oleh Partai PDI Perjuangan (128 kursi) dan PPP (19 kursi). Total 147 kursi.
Sedangkan pasangan Anies-Muhaimin didukung Partai Nasdem (59 kursi), PKB (58 kursi), dan PKS (50 kursi). Total kursi pendukung Anies-Muhaimin yakni 167.
Apabila pendukung Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin bersatu memakzulkan Jokowi, mereka memiliki 314 kursi di DPR RI.
Sedangkan Prabowo-Gibran hanya mempunyai dukungan 261 kursi saja.
Entahlah nanti skenario apa yang akan dilakukan untuk menghentikan ketidakadilan yang dilakukan Jokowi.
Politik memang bangsat, tapi tidak perlu sebangsat itu!. (Agung Wisnu)