PANDUGA.ID, PONOROGO – Seorang penjual ayam potong asal Kabupaten Ponorogo, Samsuri, menggugat salah satu bank milik negara (BUMN) senilai Rp50 miliar karena merasa difitnah sebagai penunggak utang. Gugatan ini dilayangkan setelah rumahnya di Kelurahan Patihan Wetan, Kecamatan Babadan ditempeli stiker bertuliskan “penunggak utang”, padahal Samsuri mengaku tidak pernah memiliki hubungan kredit dengan bank tersebut.
Gugatan ini kini bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Ponorogo dan menjadi sorotan luas karena dinilai menyangkut praktik penagihan utang yang tidak etis serta potensi pelanggaran terhadap hak-hak warga negara.
“Stiker itu ditempel di rumah klien kami pada 31 Januari 2025, tanpa ada dasar hubungan hukum atau kredit apa pun dengan pihak bank,” jelas Haris Azhar, kuasa hukum Samsuri, usai persidangan perdana pada Senin (21/4/2025).
Tak Pernah Pinjam, Tapi Disebut Penunggak
Dalam stiker tersebut tertulis bahwa penghuni rumah adalah “nasabah penunggak dan dalam pengawasan khusus.” Samsuri menegaskan bahwa dirinya tidak pernah mengajukan pinjaman, baik sebagai debitur utama maupun sebagai penjamin pihak lain.
Sidang yang teregister dengan nomor perkara 9/Pdt.G/2025/PN.Png dipimpin oleh hakim ketua Bunga Meluni Hapsaro. Selain pihak bank BUMN pusat dan cabang, gugatan juga ditujukan kepada seorang warga Ponorogo bernama Angger Diva Orlando sebagai tergugat kedua.
Namun, sidang perdana harus ditunda karena kuasa hukum tergugat belum melengkapi dokumen administrasi legalitas sebagai perwakilan resmi.
“Sidangnya ditunda karena pihak tergugat belum bisa menunjukkan legalitas mewakili instansi mereka,” ujar Harries Konstituanto, Humas PN Ponorogo.
Tuntutan Ganti Rugi dan Tekanan Psikologis
Samsuri, melalui kuasa hukumnya, menuntut ganti rugi sebesar Rp50 miliar, mencakup kerusakan nama baik, tekanan psikologis, serta kerugian sosial yang dialami karena tindakan sepihak pihak bank.
“Kami datang dari jauh, menunggu, tapi ternyata yang datang tidak memenuhi syarat untuk hadir mewakili,” kata Haris Azhar menyesalkan penundaan sidang.
Sementara itu, kuasa hukum dari pihak tergugat, Irwan Tricahyono, menolak memberikan keterangan kepada media.
“No comment,” ujarnya singkat sambil meninggalkan lokasi persidangan.
Kasus ini menuai respons publik karena memunculkan pertanyaan soal etika penagihan utang oleh lembaga keuangan, serta pentingnya verifikasi sebelum melakukan tindakan yang dapat merugikan pihak yang tidak bersalah.(CC-01)