PANDUGA.ID, CIANJUR – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cianjur resmi menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) atas kasus keracunan massal yang menimpa puluhan siswa dari dua sekolah, yakni MAN 1 Cianjur dan SMP PGRI 1 Cianjur. Kejadian ini diduga kuat berkaitan dengan makanan yang disajikan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Kepala Dinkes Cianjur, Yusman Faisal, menjelaskan bahwa penetapan status KLB bertujuan agar penanganan kasus bisa dilakukan secara terpusat dan melibatkan koordinasi lintas sektor.
“Tim medis segera melakukan asesmen menyeluruh terhadap faktor penyebab dan pihak-pihak terkait dalam kejadian ini,” ujar Yusman.
Total korban yang mengalami keracunan mencapai 78 orang, terdiri dari 55 siswa MAN 1 Cianjur dan 23 siswa SMP PGRI 1 Cianjur. Gejala yang dialami para korban meliputi pusing, mual, muntah, dan diare, yang muncul setelah mengonsumsi makanan MBG pada Senin, 21 April 2025.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas MAN 1 Cianjur, Rahman Jaenudi, mengatakan sebagian besar siswa yang dirawat kini sudah dipulangkan. Namun, masih ada lima siswa yang menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
“Kami terus berkoordinasi dengan orang tua dan mendata siswa yang dirawat di rumah sakit maupun puskesmas,” ujar Rahman.
Kepala SMP PGRI 1 Cianjur, Rika Mustikawati, juga membenarkan bahwa 23 siswanya mengalami gejala serupa. Dari jumlah tersebut, tiga siswa dirawat di rumah sakit. Selain itu, tiga guru yang ikut menyantap makanan MBG juga mengalami gejala ringan dan ditangani secara mandiri di rumah.
“Kami terus memantau kondisi siswa dan menjaga komunikasi dengan orang tua,” ungkap Rika.
Untuk memastikan penyebab keracunan, Dinkes telah mengumpulkan sampel makanan dari dapur MBG serta sampel muntahan korban. Seluruh sampel telah dikirim ke Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Provinsi Jawa Barat.
“Kami berharap hasil laboratorium bisa keluar dalam waktu satu minggu agar penyebab pasti dapat segera diketahui,” kata Yusman.
Pihak Dinkes juga telah menginstruksikan seluruh puskesmas untuk berkoordinasi dengan sekolah dalam melakukan pendataan dan pemantauan terhadap seluruh siswa yang mengonsumsi makanan MBG.
“Kasus ini menjadi perhatian serius karena menyangkut program MBG yang seharusnya memberi manfaat, namun justru diduga menjadi pemicu kejadian luar biasa,” tegas Yusman.(CC-01)