PANDUGA.ID, MANDALAY – Gempa bumi dahsyat yang mengguncang Myanmar pada Jumat (28/3) telah menewaskan lebih dari 1.600 orang dan jumlah korban diperkirakan masih akan bertambah. Penduduk setempat terpaksa menggali reruntuhan dengan tangan kosong untuk mencari korban yang masih hidup.
Sebagian Besar Wilayah Mandalay Rata dengan Tanah
Mengutip laporan BBC, gempa berkekuatan 7,7 skala Richter itu telah meratakan sebagian besar wilayah Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar dengan populasi sekitar 1,5 juta orang. Kurangnya peralatan penyelamatan, jaringan komunikasi yang terganggu, serta rusaknya jalan dan jembatan semakin menghambat upaya pencarian dan penyelamatan korban.
Upaya penyelamatan yang dilakukan sejak Jumat belum mampu menjangkau seluruh daerah terdampak, dan bantuan internasional masih belum mencapai kawasan terparah.
Penduduk Terpaksa Menyelamatkan Korban dengan Tangan Kosong
Beberapa rekaman video yang beredar menunjukkan warga sipil berusaha menarik korban dari reruntuhan tanpa alat berat. Salah satu rekaman memperlihatkan dua pria berusaha mengeluarkan seorang wanita muda yang terjebak di antara dua lempengan beton.
“Orang-orang berteriak minta tolong dari bawah reruntuhan,” ujar seorang warga.
Di sebuah blok apartemen 12 lantai di Mandalay, tim penyelamat berhasil menarik seorang wanita hidup-hidup sekitar 30 jam setelah bangunan itu runtuh. Palang Merah melaporkan bahwa lebih dari 90 orang masih terjebak di gedung tersebut.
Lebih tragis lagi, di sebuah kota terdekat, pihak berwenang menemukan 12 anak prasekolah dan seorang guru tewas setelah bangunan taman kanak-kanak runtuh akibat gempa.
Transportasi Lumpuh dan Pasokan Medis Menipis
Gempa juga merusak jalan raya utama yang menghubungkan Yangon, ibu kota Nay Pyi Taw, dan Mandalay, menyebabkan gangguan transportasi parah. Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) melaporkan bahwa Myanmar kini mengalami krisis pasokan medis, termasuk kekurangan:
-
Peralatan trauma
-
Kantong darah
-
Anestesi
-
Obat-obatan esensial
-
Tenda untuk petugas kesehatan
“Kami menghadapi keterbatasan pasokan medis yang sangat serius,” ujar perwakilan OCHA.
Krisis Myanmar Memperburuk Situasi
Upaya penyelamatan semakin sulit karena pemerintah militer Myanmar (junta) tidak lagi menguasai sebagian besar wilayah negara akibat perang saudara yang telah berlangsung selama empat tahun. Konflik berkepanjangan antara junta, kelompok pemberontak, dan gerakan anti-kudeta menyulitkan koordinasi penyelamatan serta distribusi bantuan kemanusiaan.
Bantuan dari komunitas internasional sudah mulai masuk, tetapi distribusinya masih terhambat. Sementara itu, warga yang selamat terus berusaha menyelamatkan keluarga dan tetangga mereka dengan peralatan seadanya.
Hingga kini, belum ada kepastian kapan bantuan akan mencapai wilayah terdampak terburuk, sementara harapan untuk menemukan lebih banyak korban selamat semakin menipis.(CC-01)