PANDUGA.ID, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam lebih dari 6 persen pada penutupan perdagangan sesi pertama, Selasa (18/3/2025). Bursa Efek Indonesia (BEI) pun memberlakukan trading halt setelah IHSG turun lebih dari 5 persen.
Pada sesi pertama, IHSG melemah 395,87 poin atau 6,12 persen ke level 6.076,08. Indeks LQ45 juga mengalami koreksi sebesar 38,27 poin atau 5,25 persen ke posisi 691,08.
Mekanisme Trading Halt dan Trading Suspend
Berdasarkan aturan BEI, trading halt merupakan penghentian sementara perdagangan saham jika IHSG turun lebih dari 5 persen dalam satu hari. Jika penurunan berlanjut hingga lebih dari 10 persen, BEI dapat memperpanjang trading halt selama 30 menit tambahan. Dalam kondisi ekstrem, jika IHSG turun lebih dari 15 persen, BEI dapat menghentikan perdagangan sepenuhnya dengan trading suspend.
Penyebab Anjloknya IHSG
Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus, menyebutkan bahwa penurunan tajam IHSG dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik global maupun domestik.
- Faktor Global
- Ketegangan geopolitik yang meningkat, termasuk eskalasi konflik Rusia-Ukraina.
- Kebijakan tarif balasan Uni Eropa terhadap Amerika Serikat yang memicu ketidakpastian ekonomi global.
- Kekhawatiran akan kemungkinan resesi di AS, membuat investor lebih berhati-hati dan mengalihkan aset mereka ke instrumen yang lebih aman.
- Faktor Domestik
- Memburuknya kondisi fiskal Indonesia, dengan penurunan penerimaan negara hingga 30 persen, menyebabkan defisit APBN semakin melebar.
- Defisit APBN per Februari 2025 mencapai Rp 31,2 triliun, berbanding terbalik dengan surplus Rp 22,8 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
- Penerimaan pajak domestik turun 30,19 persen (yoy) menjadi Rp 269 triliun.
- Belanja negara mengalami kontraksi 7 persen, sementara utang pemerintah melonjak 44,77 persen pada Januari 2025.
Menurut Nico, situasi ini meningkatkan risiko fiskal, membuat investor semakin berhati-hati. “Kondisi ini juga membatasi ruang gerak Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga, sehingga tekanan terhadap pasar saham semakin besar,” jelasnya.
Investor Beralih ke Instrumen Lebih Stabil
Nico menambahkan bahwa dengan meningkatnya ketidakpastian ekonomi, investor mulai mengalihkan dana mereka ke instrumen yang lebih stabil, seperti obligasi. “Saham menjadi kurang menarik karena volatilitas yang tinggi. Sebaliknya, obligasi menawarkan imbal hasil yang lebih stabil,” tutupnya.