PANDUGA.ID, SULAWESI SELATAN – Masyarakat Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, digegerkan oleh keberadaan aliran Pangissengana Tarekat Ana’ Loloa. Aliran ini menambah rukun Islam dari lima menjadi sebelas dan menjanjikan surga bagi pengikutnya dengan syarat membeli benda pusaka. Selain itu, aliran ini mengajarkan bahwa ibadah haji tidak perlu dilakukan ke Mekah, melainkan cukup dengan pergi ke Gunung Bawakaraeng di Kabupaten Gowa.
Asal Usul dan Ajaran Aliran
Aliran Pangissengana Tarekat Ana’ Loloa bermula di Dusun Bonto-bonto, Desa Bonto Somba, Kecamatan Tompobulu, sejak tahun 2024. Aliran ini dipimpin oleh seorang perempuan bernama Petta Bau. Ajaran aliran ini dianggap menyimpang dari ajaran Islam yang umum, terutama dengan penambahan rukun Islam dan klaim bahwa ibadah haji dapat digantikan dengan ziarah ke Gunung Bawakaraeng.
Respons Kepolisian dan Pemerintah
Kapolsek Tompobulu, AKP Makmur, membenarkan bahwa aliran ini telah menjadi perbincangan hangat di masyarakat meskipun sudah ada sejak tahun lalu. “Kenapa lagi bisa heboh itu, padahal sudah lama sudah saya proses,” kata Makmur, Kamis (6/3/2025). Ia bersama Komandan Koramil setempat telah mendatangi lokasi aliran tersebut di pegunungan untuk memantau aktivitasnya.
“Sudah saya datangi lagi itu aliran di pegunungan bersama Danramil. Kenapa bisa lagi heboh itu, padahal tahun lalu sudah ada,” tambahnya. Meskipun demikian, Makmur mengaku belum mengetahui jumlah pasti pengikut aliran ini. “Ada aktivitas di sana dan saya tidak tahu berapa jumlah pengikutnya,” ujarnya.
Upaya Mediasi dan Penertiban
AKP Makmur menyatakan rencananya untuk mempertemukan pemimpin aliran dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah daerah. Tujuannya adalah untuk melakukan mediasi dan klarifikasi terkait ajaran yang disebarkan oleh aliran tersebut. “Saya juga berencana mempertemukan kembali mereka, antara aliran tersebut dengan MUI dan pemerintah daerah,” pungkasnya.
Reaksi Masyarakat
Keberadaan aliran ini telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sebagian warga merasa khawatir dengan ajaran yang dinilai menyimpang, sementara yang lain menganggap hal ini sebagai kebebasan beragama. Namun, banyak yang menyerukan agar pemerintah dan pihak berwajib segera mengambil tindakan untuk mencegah penyebaran ajaran yang dianggap meresahkan ini.(CC-01)