PANDUGA.ID, SOLO – Perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), akhirnya tumbang setelah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024 dan diperkuat dengan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) pada 18 Desember 2024.
Dengan status pailit, seluruh aset Sritex dan anak usahanya harus dijual untuk melunasi kewajiban kepada para kreditur. Akibatnya, puluhan ribu karyawan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan perusahaan resmi tutup permanen per 1 Maret 2025.
Penyebab Kebangkrutan Sritex
Kebangkrutan Sritex disebabkan oleh kombinasi utang jumbo, penurunan kinerja bisnis, dan kondisi keuangan yang tidak sehat.
Utang Menumpuk
- Total utang: $1,597 miliar (Rp 25 triliun, kurs Rp 15.600/USD).
- Total aset: $617,33 juta (Rp 9,65 triliun).
- Defisit aset: Rp 15,35 triliun, jauh dari cukup untuk menutupi kewajiban utang.
Penurunan Penjualan
- Kinerja bisnis Sritex terus merosot dalam beberapa tahun terakhir.
- Beban utang yang besar membuat perusahaan sulit untuk beroperasi secara normal.
Kepemimpinan & Manajemen
- Sritex didirikan oleh Haji Muhammad Lukminto (Ie Djie Shien).
- Perusahaan dikelola oleh generasi kedua, dengan Iwan Setiawan Lukminto sebagai Komisaris Utama.
- Pemegang saham pengendali adalah PT Huddleston Indonesia (59,03%), yang terafiliasi dengan keluarga Lukminto.
Dampak Kebangkrutan Sritex
- PHK Massal: Puluhan ribu karyawan kehilangan pekerjaan akibat penghentian operasional.
- Pelepasan Aset: Seluruh aset akan dijual untuk membayar utang.
- Efek Domino: Industri tekstil nasional terancam, terutama bagi para pemasok dan mitra bisnis Sritex.(CC-01)