PANDUGA.ID, JAKARTA – Lembaga pemantau media sosial Drone Emprit mengungkap hasil analisis sentimen publik terhadap PT Pertamina di media sosial dalam periode 24-27 Februari 2025. Analisis ini dilakukan seiring dengan ramainya kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina, serta isu dugaan pencampuran Pertamax yang mencuat belakangan ini.
Hasilnya, sentimen negatif terhadap Pertamina mencapai 98 persen, menunjukkan ketidakpuasan publik yang sangat tinggi terhadap perusahaan pelat merah tersebut.
Polemik Dugaan Pencampuran Pertamax dan Reaksi Publik
Pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, menjelaskan bahwa polemik dugaan pengoplosan Pertamax menjadi salah satu pemicu utama meningkatnya sentimen negatif. Banyak warganet mengeluhkan kualitas BBM yang dianggap tidak sebanding dengan harga, di mana Pertamax yang seharusnya lebih berkualitas justru dinilai setara dengan Pertalite.
“Warganet merasa tertipu karena harga lebih tinggi, tetapi kualitas mirip Pertalite. Mereka mendesak transparansi dan langkah hukum terhadap dugaan pencampuran ini,” ujar Ismail dalam keterangannya, Jumat (28/2/2025).
Dugaan ini tidak hanya memicu keresahan di kalangan konsumen, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap Pertamina serta kebijakan harga dan subsidi BBM. Akibatnya, banyak pengguna media sosial yang menyerukan boikot dan kritik terhadap transparansi perusahaan.
Kasus Korupsi Pertamina dan Kerugian Negara Rp193 Triliun
Selain dugaan pencampuran Pertamax, sentimen negatif publik juga dipicu oleh kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina periode 2018-2023. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengungkap bahwa kasus ini menyebabkan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun.
Rinciannya meliputi:
- Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri: Rp35 triliun
- Kerugian impor minyak mentah melalui broker: Rp2,7 triliun
- Kerugian impor BBM melalui broker: Rp9 triliun
- Kerugian pemberian kompensasi tahun 2023: Rp126 triliun
- Kerugian pemberian subsidi tahun 2023: Rp21 triliun
Publik terkejut dengan angka kerugian tersebut dan menyoroti dugaan keterlibatan pejabat tinggi. Mereka kini menunggu langkah perbaikan tata kelola serta hasil uji laboratorium terkait kualitas BBM.
Puncak Pembahasan di Media Sosial dan Media Online
Ismail menyebut bahwa pembahasan terkait Pertamina di media sosial memuncak pada 26 Februari 2025, dipicu oleh tiga faktor utama:
- Terungkapnya kerugian negara Rp193 triliun
- Keluhan kualitas BBM Pertamax
- Pertanyaan publik terkait pengelolaan aset BUMN
Sementara itu, di media online, pemberitaan terkait dugaan korupsi dan pencampuran Pertamax melonjak pada 25 Februari 2025.
Ismail menambahkan bahwa pembahasan publik di media sosial terkait isu Pertamina terbagi dalam tiga kelompok utama:
- Kelompok publik kritis yang menyoroti subsidi BBM tidak tepat sasaran serta menyerukan boikot terhadap Pertamina.
- Kelompok aktivis yang menekan pemerintah untuk memberantas mafia migas.
- Media massa yang fokus pada perkembangan kasus korupsi dan tuntutan ganti rugi masyarakat.
Publik Menuntut Transparansi dan Langkah Hukum
Dengan tingginya sentimen negatif, masyarakat kini mendesak Pertamina dan pemerintah untuk memberikan klarifikasi resmi serta mengambil langkah hukum terhadap dugaan pencampuran Pertamax dan kasus korupsi.
Kasus ini menjadi tantangan besar bagi Pertamina dalam membangun kembali kepercayaan publik, terutama di tengah kebijakan harga BBM dan pengelolaan subsidi yang terus menjadi sorotan.(CC-01)