PANDUGA.ID, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemilihan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 di 24 daerah akibat berbagai pelanggaran, termasuk ketidakcermatan dalam verifikasi calon kepala daerah. Keputusan ini membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendapat kritik tajam atas proses pencalonan yang dianggap bermasalah.
Kritik Terhadap KPU dan Bawaslu
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhani, menilai salah satu faktor utama yang menyebabkan putusan PSU oleh MK adalah kesalahan KPU dalam memverifikasi syarat calon kepala daerah.
“Salah satu persoalan yang penting dilihat dari putusan-putusan MK ini adalah ketidakcermatan KPU dalam proses verifikasi pencalonan dalam pemenuhan syarat calon dan syarat pencalonan,” ujar Fadli, Selasa (25/2/2025).
Selain itu, ia juga menyoroti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang dinilai tidak maksimal dalam melakukan pengawasan. Banyaknya kasus diskualifikasi calon kepala daerah menunjukkan bahwa masih ada kelemahan dalam pengawasan sejak awal.
Masalah dalam Rekrutmen KPU
Lebih jauh, Fadli menyoroti proses rekrutmen anggota KPU, yang dinilai bermasalah dan penuh konflik kepentingan.
“Kalau dikaitkan dengan situasi lebih jauh soal rekrutmen KPU, ada problem mendasar,” ujarnya.
Menurutnya, proses seleksi KPU saat ini cenderung dipengaruhi oleh partai politik dan organisasi tertentu, sehingga mengurangi profesionalisme lembaga.
“KPU seperti sudah menjadi lembaga representasi dari partai politik, dari ormas, dan organisasi-organisasi lain. Itu tidak tepat karena KPU mestinya jadi lembaga profesional saja, direkrut berdasarkan kompetensi dan kemampuan calon komisionernya,” tambahnya.
Alasan MK Memerintahkan Pemungutan Suara Ulang
Dari 40 perkara sengketa Pilkada 2024 yang ditangani MK, sebanyak 24 daerah diputuskan harus menggelar PSU. Beberapa alasan utama pembatalan hasil Pilkada di daerah tersebut antara lain:
- Calon didiskualifikasi karena tidak mengungkap statusnya sebagai mantan terpidana.
- Calon tidak memenuhi syarat pendidikan, seperti tidak memiliki ijazah SMA.
- Calon sudah menjabat 2 periode, tetapi tetap maju dalam Pilkada.
Keputusan PSU ini menunjukkan bahwa proses pencalonan di Pilkada 2024 memiliki banyak kekeliruan, yang seharusnya bisa dicegah sejak tahap awal oleh KPU dan Bawaslu.(CC-01)