PANDUGA.ID, JAKARTA – Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) resmi melaporkan dugaan korupsi proyek pembangunan aplikasi pajak Coretax senilai Rp1,3 triliun ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (23/1/2025). Sebelumnya, IWPI telah melayangkan surat pengaduan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Ketua Umum IWPI, Rinto Setiyawan, menyatakan bahwa pihaknya telah meminta Kemenkeu dan DJP untuk tetap menggunakan sistem lama jika Coretax belum siap digunakan.
“Kami (IWPI) telah bersurat ke Kemenkeu pada 9 Januari 2025. Isinya, meminta Kemenkeu dan DJP menggunakan sistem lama jika Coretax belum siap. Ini penting agar wajib pajak tidak kebingungan bahkan merugi karena bisnisnya terganggu,” ujar Rinto, Rabu (5/2/2025).
IWPI berharap KPK segera menindaklanjuti laporan ini guna memastikan ada atau tidaknya penyimpangan dalam pengadaan dan implementasi Coretax.
“Bagi kami sebagai wajib pajak, perlu kejelasan dan transparansi dalam aplikasi perpajakan Coretax. Ini penting untuk menjaga kepercayaan terhadap pemerintah dan menciptakan ekosistem bisnis yang sehat dan adil,” tambahnya.
Kritik dari Pengacara Pajak dan Pakar IT
Ketua Perkumpulan Profesi Pengacara dan Praktisi Pajak Indonesia (P5i), Alessandro Rey, menyebut bahwa implementasi Coretax masih jauh dari harapan. Banyak pengusaha mengalami kesulitan dalam pendaftaran, pelaporan SPT, hingga pembayaran pajak akibat sistem yang tidak berfungsi dengan baik.
Sementara itu, pakar IT Erick Karya menyoroti adanya kejanggalan dalam pengawasan proyek Coretax. Kontrak proyek berlangsung dari 2020 hingga 2024, tetapi pengawasannya hanya dilakukan hingga 2023. Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa aplikasi dianggap siap digunakan meskipun belum ada pengawasan penuh selama masa implementasi.
Tanggapan Kementerian Keuangan dan DJP
Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak, Iwan Djuniardi, menyatakan bahwa aplikasi Coretax saat ini berangsur pulih.
“So far terus membaik semua. Saya kira, tiga bulan ke depan sudah bisa normal 100 persen,” ujar Iwan di Jakarta, Sabtu (25/1/2025).
Menurutnya, keterlambatan peluncuran Coretax disebabkan oleh Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), sehingga implementasinya diundur ke 1 Januari 2025.
DJP juga telah melakukan langkah proaktif dengan mendatangi wajib pajak korporasi untuk membantu dalam pengurusan pajak lewat Coretax. Beberapa perusahaan yang mendapat pendampingan antara lain HM Sampoerna, Huawei, PT Telkom, dan Astra Internasional.
Iwan juga mengungkapkan bahwa proyek Coretax dikerjakan oleh beberapa perusahaan global, seperti:
PricewaterhouseCoopers (PwC)
LG CNS (anak usaha LG Corporation, Korea Selatan)
PT Deloitte Consulting
Selain itu, ia menegaskan bahwa proses pengadaan proyek ini juga dikawal oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Mereka itu perusahaan global yang punya reputasi. Selain itu, prosesnya dikawal Kejagung lho,” jelasnya.
Hingga saat ini, laporan dugaan korupsi proyek Coretax masih dalam tahap penyelidikan oleh KPK. Sementara itu, pihak Kemenkeu dan DJP terus berupaya menyempurnakan sistem Coretax agar dapat berjalan optimal dan tidak mengganggu proses administrasi perpajakan di Indonesia.
IWPI berharap agar ada transparansi dan evaluasi lebih lanjut terkait proyek ini agar kepercayaan wajib pajak terhadap sistem perpajakan tetap terjaga.(CC-01)