PANDUGA.ID, JAKARTA – Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, terseret dalam kasus dugaan pemerasan senilai Rp20 miliar terkait kasus pembunuhan yang melibatkan tersangka Arif Nugroho (AN) alias Bastian dan Muhammad Bayu Hartanto. Bintoro dan tiga anggota polisi lainnya saat ini menjalani penempatan khusus (patsus) oleh Bidang Propam Polda Metro Jaya untuk keperluan penyelidikan.
Kronologi Kasus Pemerasan
Bintoro, yang sebelumnya menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, sempat dimutasi menjadi penyidik madya di Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Namun, akibat kasus ini, ia kembali dimutasi dari jabatannya. Selain Bintoro, tiga orang lainnya juga menjalani patsus, yaitu:
- G (mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel),
- Z (Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel),
- ND (Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel).
“Terhadap yang bersangkutan dan tiga orang lainnya telah dimutasi dari jabatan dan dilakukan patsus di Bid Propam PMJ,” ujar Kombes Radjo Alriadi Harahap, Kabid Propam Polda Metro Jaya, Rabu (29/1).
Sidang Kode Etik Segera Digelar
Bidang Propam Polda Metro Jaya menyatakan bahwa sidang kode etik terhadap Bintoro terkait dugaan pemerasan akan segera dilaksanakan. Namun, Kombes Ade Ary Syam Indradi, Kabid Humas Polda Metro Jaya, belum membeberkan waktu pasti pelaksanaan sidang tersebut.
Dugaan Keterlibatan Pihak Lain
Dalam pengusutan kasus ini, penyidik telah melakukan klarifikasi terhadap korban pemerasan. Ade Ary mengungkapkan bahwa ada indikasi keterlibatan pihak lain selain Bintoro.
“Menemukan dugaan keterlibatan pihak lain di kasus tersebut,” ucap Ade Ary, meski ia belum memberikan rincian lebih lanjut.
Laporan Dugaan Penipuan Terkait Kasus
Selain kasus pemerasan, Polda Metro Jaya juga menerima laporan dugaan tindak pidana penipuan yang diduga berkaitan dengan kasus ini. Laporan tersebut diajukan oleh PM, yang menerima kuasa dari tersangka AN.
Menurut laporan, EDH (korban) meminta AN menjual mobilnya untuk biaya penanganan perkara hukum pada April 2024. Hasil penjualan mobil senilai Rp3,5 miliar seharusnya ditransfer kepada AN, namun uang tersebut tidak kunjung diberikan. Bahkan, mobil milik korban juga tidak dikembalikan.
“Korban merasa dirugikan sebesar Rp6,5 miliar,” jelas Ade Ary.(CC-01)