PANDUGA.ID, SEMARANG – Pengadilan Negeri Semarang dijadwalkan menggelar rapat verifikasi lanjutan terkait kasus kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dan tiga anak perusahaannya pada Selasa (21/1/2025). Agenda ini semula dijadwalkan berlangsung pekan lalu, namun ditunda karena sejumlah kendala teknis.
Kendala Legal Standing Debitur
Hakim Pengawas Haruno Patriadi memutuskan penundaan rapat pekan lalu karena manajemen Sritex hanya diwakili oleh Supartodi, Direktur Umum PT Sri Rejeki Isman Tbk. Kehadirannya dinilai tidak cukup karena ia hanya mewakili satu perusahaan, sementara tiga anak perusahaan lainnya tidak memiliki perwakilan yang sah.
Hakim juga menyoroti absennya Iwan Kurniawan Lukminto, Direktur Utama Sritex dan tiga anak perusahaannya, dalam seluruh agenda rapat kreditur sebelumnya. Berdasarkan Pasal 121 UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (KPKPU), debitur pailit wajib hadir secara langsung dalam rapat pencocokan piutang.
“Hingga agenda terakhir, Direktur Utama belum pernah hadir dalam rapat kreditur, sehingga legal standing debitur belum dapat dipastikan,” jelas Tim Kurator.
Perselisihan antara Sritex dan Tim Kurator
Kasus ini diwarnai perselisihan antara pihak Sritex dan Tim Kurator. Pihak Sritex, melalui penasihat hukumnya Jonggi Siallagan, menuding Tim Kurator tidak menjalankan tugasnya secara adil dan menuding adanya upaya memutarbalikkan fakta.
Menurut Jonggi, sejak putusan pailit pada 21 Oktober 2024, Tim Kurator hanya sekali melakukan kunjungan ke pabrik Sritex di Sukoharjo pada 5 November 2024. “Padahal, kami sudah meminta mereka untuk melakukan kunjungan ke empat lokasi lainnya sejak 1 November 2024,” ujarnya.
Patra M. Zen, penasihat hukum lainnya, menambahkan bahwa pihaknya telah menyediakan fasilitas kerja untuk Tim Kurator di kantor Sritex di Sukoharjo. Namun, selama lebih dari dua bulan, kurator tidak pernah memanfaatkan fasilitas tersebut.
“Kami telah menyampaikan hal ini secara resmi melalui surat tertulis pada 1 November 2024. Kami mendukung Tim Kurator bekerja secara maksimal untuk menyelamatkan Sritex,” tegas Patra.
Opsi Going Concern dan Nasib Buruh Sritex
Salah satu opsi yang mengemuka dalam rapat verifikasi adalah Going Concern, yaitu mempertahankan operasional Sritex demi menyelamatkan perusahaan. Namun, proses voting untuk opsi ini urung dilakukan karena masalah legal standing debitur.
Patra menekankan bahwa menyelamatkan Sritex adalah jalan terbaik bagi semua pihak, termasuk puluhan ribu buruh dan karyawan yang menggantungkan hidup pada perusahaan tersebut. “Sritex harus diselamatkan. Ini bukan hanya soal perusahaan, tetapi juga soal masa depan ribuan pekerja,” ujarnya.
Tim Kurator menyatakan kesiapan mereka untuk melanjutkan verifikasi kredit dengan kehadiran langsung manajemen Sritex sebagai debitur prinsipal. Sementara itu, Hakim Pengawas akan memeriksa legal standing para debitur sebelum rapat kreditur berikutnya berlangsung.
Dengan kompleksitas kasus ini, hasil verifikasi dan keputusan terkait Going Concern akan menjadi penentu arah masa depan Sritex, baik sebagai entitas bisnis maupun dalam upaya melindungi hak para kreditur dan karyawannya.