PANDUGA.ID, SEMARANG – Polda Jawa Timur telah menetapkan Muhammad Arief Subhan (30), sopir bus pariwisata dengan nomor polisi DK 7942 GB, sebagai tersangka dalam kecelakaan maut yang terjadi di Batu, Jawa Timur, pada Rabu (8/1) malam. Bus tersebut membawa rombongan dari SMK TI Bali Global Badung dan terlibat dalam kecelakaan yang menyebabkan empat orang meninggal dunia, dua mengalami luka berat, serta enam lainnya luka ringan. Selain itu, enam mobil dan enam motor dilaporkan rusak dalam insiden tersebut.
“Kami telah menetapkan MAS sebagai tersangka dalam kasus ini,” ujar Dirlantas Polda Jawa Timur Kombes Komarudin saat konferensi pers di Mapolda Jatim, Surabaya, Jumat (10/1).
Penetapan tersangka dilakukan setelah polisi mengumpulkan bukti dan fakta dari lokasi kejadian. Investigasi menunjukkan bahwa kecelakaan disebabkan oleh kerusakan pada sistem pengereman bus. Kendaraan bergerak tak terkendali sepanjang 2,3 kilometer, dari Jalan Imam Bonjol hingga berhenti di Jalan Ir. Soekarno, dengan tujuh titik tabrakan di sepanjang jalur tersebut.
“Fungsi rem bus tidak bekerja dengan baik, sehingga kendaraan menjadi sulit dikendalikan,” jelas Komarudin.
Polisi juga menemukan pelanggaran administrasi pada bus yang digunakan. STNK bus dilaporkan telah mati, dan masa berlaku uji KIR kendaraan sudah kedaluwarsa. Selain itu, pemeriksaan teknis oleh Dinas Perhubungan mengungkapkan kerusakan signifikan pada kampas rem dan tromol kendaraan, yang turut menyebabkan sistem pengereman tidak maksimal.
Sebanyak 10 saksi telah diperiksa, termasuk sopir, kernet, tour leader, siswa, wali kelas, serta saksi mata di lokasi kejadian. Hasil tes urine terhadap sopir dan kernet menunjukkan hasil negatif narkoba.
Muhammad Arief Subhan, warga Mustikajaya, Bekasi, kini telah ditahan dan dijerat Pasal 311 ayat 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ia diduga dengan sengaja mengemudikan kendaraan yang membahayakan keselamatan orang lain, yang berujung pada kerugian materiel, luka-luka, hingga meninggal dunia.
“Ancaman hukuman maksimal bagi pelaku adalah 12 tahun penjara,” tegas Kombes Komarudin. (CC02)