PANDUGA.ID, JAKARTA – Menteri Koordinator Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan bahwa ribuan narapidana kasus korupsi akan menerima amnesti dari Presiden Prabowo Subianto. Meski demikian, Yusril menegaskan jumlah tersebut jauh lebih kecil dibandingkan narapidana kasus narkotika yang juga direncanakan menerima amnesti.
“Sebagian besar penerima amnesti adalah pengguna narkoba. Sementara untuk napi korupsi, jumlahnya hanya beberapa ribu saja. Yang lebih tahu detailnya adalah Pak Supratman (Menteri Hukum),” ujar Yusril saat berbicara kepada wartawan, Jumat (20/12).
Sebelumnya, total penerima amnesti dari berbagai kategori kasus diperkirakan mencapai 44 ribu orang, dengan mayoritas berasal dari kasus narkotika. Yusril menegaskan bahwa langkah ini sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Yusril menjelaskan bahwa rencana pemberian amnesti tersebut tidak melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Menurutnya, meskipun UU Tipikor menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus sifat pidana dari tindakan korupsi, konstitusi memiliki kedudukan lebih tinggi.
“Ada yang menyebut langkah ini bertentangan dengan undang-undang. Namun, harus dipahami bahwa Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kewenangan kepada presiden untuk memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. Jadi, amnesti ini sah secara konstitusional,” tegasnya.
Yusril juga menjelaskan mekanisme pemberian amnesti dan abolisi. “Untuk grasi, presiden meminta pertimbangan Mahkamah Agung. Sedangkan untuk amnesti dan abolisi, presiden harus meminta pertimbangan DPR. Langkah ini dapat diterapkan untuk berbagai tindak pidana, termasuk korupsi,” jelasnya.
Jika amnesti diberikan, Yusril menyatakan bahwa perkara pidana korupsi bagi napi yang telah divonis maupun yang sedang menjalani persidangan akan berakhir.
“Meski aturan sebelumnya menyebutkan pengembalian kerugian negara tidak menghapus sifat pidana, pemberian abolisi dan amnesti akan menyelesaikan perkara tersebut. Hal ini berdasarkan ketentuan dalam UUD 1945,” tambahnya. (CC02)