PANDUGA.ID, JAKARTA – Dugaan mengejutkan mencuat dalam kasus pembunuhan yang melibatkan Brigadir Anton Kurniawan, anggota Polresta Palangkaraya. Ia diduga membunuh korban dan mencuri barang demi mendapatkan uang untuk membeli narkoba jenis sabu. Fakta ini terungkap dalam rapat Komisi III DPR RI bersama Kapolda Kalimantan Tengah.
Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan, mengungkapkan bahwa Brigadir Anton berada dalam pengaruh sabu saat melakukan aksi kejahatannya. “Ini tindakan yang sangat sadis. Dugaan saya, dia membutuhkan uang untuk membeli sabu,” ujar Hinca dalam rapat, Selasa (17/12).
Hinca menambahkan bahwa Brigadir Anton memanfaatkan posisinya sebagai anggota polisi untuk mencari keuntungan demi memenuhi kebutuhannya akan narkoba. “Dia dikejar-kejar pengaruh sabu, mengambil apa saja dengan menggunakan kekuasaannya,” lanjutnya.
Hinca juga meminta Kapolda Kalimantan Tengah, Irjen Djoko Poerwanto, menyelidiki kemungkinan keterlibatan Brigadir Anton dalam jaringan narkoba yang lebih besar, termasuk yang terkait dengan gembong narkoba Fredy Pratama. “Jangan-jangan ada kaitan dengan jaringan Fredy Pratama, yang dikenal sebagai ‘Pablo Escobar’ Indonesia,” tegas Hinca.
Kasus ini bermula dari penemuan mayat tanpa identitas di kebun sawit di Kecamatan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, pada Jumat (6/12). Polisi segera melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan memeriksa 13 saksi untuk mengungkap pelaku kejahatan tersebut.
Direktur Reskrimum Polda Kalimantan Tengah, Kombes Nuredy Irwansyah Putra, menjelaskan bahwa penyelidikan mengarah pada keterlibatan oknum polisi. “Hasil penyidikan menunjukkan dugaan keterlibatan anggota Polri yang bertugas di Polresta Palangkaraya,” ujar Nuredy, Senin (16/12).
Setelah penyelidikan intensif, polisi menetapkan dua orang sebagai tersangka, yakni Brigadir Anton Kurniawan dan seorang rekannya berinisial H. Keduanya diduga melakukan pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
“Kedua tersangka dijerat Pasal 365 ayat 4 KUHP dan atau Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dengan ancaman pidana maksimal hukuman mati,” jelas Nuredy. (CC02)