PANDUGA.ID, JAKARTA – Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Sri Suparyati, mengungkapkan bahwa empat korban kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh penyandang tunadaksa berinisial Agus alias IWAS di Nusa Tenggara Barat (NTB) telah mengajukan permohonan perlindungan. Selain itu, dua pendamping korban juga meminta perlindungan karena menghadapi tekanan psikologis.
“Empat korban sudah mengajukan permohonan perlindungan, begitu pula dengan dua pendamping korban yang mengalami tekanan psikologis. Mereka merasa ada upaya untuk mengabaikan atau menyangkal kejadian ini, meskipun korban dengan tegas menyatakan hal tersebut benar terjadi,” ujar Sri di Kantor LPSK, Jakarta, Rabu (11/12).
Sri menyoroti lambannya proses pengusutan kasus ini yang dinilai tidak memprioritaskan keterangan korban sebagai bukti utama. Padahal, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual telah mengatur bahwa kesaksian korban harus menjadi landasan utama dalam mengusut kasus seperti ini.
“Hambatan utamanya adalah keterangan korban belum dijadikan dasar utama. Padahal, pengalaman korban seharusnya menjadi basis utama dalam proses penegakan hukum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” tegas Sri.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, mengungkapkan jumlah korban pelecehan seksual oleh Agus telah bertambah menjadi 15 orang. Data terbaru ini diperoleh dari Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB, setelah sebelumnya korban tercatat sebanyak 13 orang.
“Dua korban tambahan sudah dimintai keterangan. Salah satu di antaranya merupakan anak-anak. Namun, fokus kami saat ini adalah pada laporan awal yang melibatkan lima korban, termasuk pelapor,” kata Syarif, Senin (9/12).
Agus yang telah ditetapkan sebagai tersangka kembali menjalani pemeriksaan pada Senin (9/12) oleh penyidik Bidang Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda NTB. Pemeriksaan dilakukan dengan pendampingan kuasa hukum dan memperhatikan hak-hak tersangka sebagai penyandang disabilitas.
Syarif menjelaskan bahwa status tahanan rumah tersangka belum akan dialihkan menjadi tahanan rutan. Alasannya, fasilitas tahanan untuk penyandang disabilitas di Polda NTB belum memadai.
“Penetapan tahanan rumah ini merupakan bentuk perhatian terhadap hak-hak tersangka. Masa tahanan rumahnya telah diperpanjang hingga 40 hari,” terang Syarif. (CC02)