PANDUGA.ID, JAKARTA – Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arif Maulana, meminta Komisi III DPR RI untuk serius mengevaluasi penggunaan senjata api oleh personel Polri.
Menurut Arif, saat ini penggunaan senjata api sering dilakukan secara sewenang-wenang dan bertentangan dengan prinsip kepolisian yang humanis.
“Polisi kita sekarang sudah jauh melenceng dari cita-cita reformasi Polri ketika lepas dari ABRI pada 1998, yang seharusnya meninggalkan pendekatan militeristik,” ujar Arif dalam keterangannya, Senin (9/12/2024).
Usulan Penggunaan Tongkat Panjang
Desakan ini juga merespons pernyataan Abdullah, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKB, yang mengusulkan agar personel Polri hanya dibekali tongkat panjang untuk menjaga keamanan. Abdullah menilai kebijakan ini dapat menekan risiko penyalahgunaan senjata api yang sering kali memakan korban.
“Polisi tidak perlu membawa senjata api untuk patroli rutin. Cukup tongkat panjang sebagai alat pengamanan,” ujar Abdullah dalam sebuah diskusi di Senayan pekan lalu.
Senjata Api dan Risiko Pelanggaran HAM
Arif Maulana sepakat bahwa penggunaan senjata api oleh polisi sering kali tidak proporsional dan berpotensi melanggar hak asasi manusia.
Ia menyoroti bahwa reformasi Polri setelah pemisahan dari ABRI pada 1998 seharusnya menciptakan kepolisian yang humanis dan berorientasi pada penegakan hukum, bukan represif.
“Sayangnya, pendekatan represif dengan senjata api masih terus digunakan hingga hari ini,” tambahnya.
Desakan Evaluasi dan Reformasi Polri
Arif mendesak Komisi III DPR RI untuk segera mengambil tindakan:
- Memanggil Kapolri guna membahas regulasi penggunaan senjata api.
- Memastikan pengawasan ketat terhadap penggunaan senjata api oleh personel Polri.
- Menjatuhkan sanksi tegas kepada pelanggar.
Ia berharap evaluasi ini dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Polri sebagai institusi yang mengayomi dan melindungi rakyat.
“Perubahan ini penting agar Polri kembali ke jalur reformasi yang benar,” tegas Arif.(CC-01)