PANDUGA.ID, JAKARTA – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai bahwa kasus kekerasan yang dilakukan oleh polisi sepanjang tahun 2024 bukanlah insiden yang melibatkan oknum semata, melainkan mencerminkan pola kebijakan represif institusi Polri.
“Kekerasan oleh polisi terus berulang karena tidak pernah ada evaluasi menyeluruh, terutama di level pemberi komando,” ungkap Usman Hamid dalam keterangannya, Minggu (8/12/2024).
Kasus Kekerasan Saat Aksi “Peringatan Darurat”
Salah satu contoh nyata dari pola kekerasan ini terjadi selama aksi “Peringatan Darurat” pada 22-29 Agustus 2024. Dalam aksi yang melibatkan demonstrasi di 14 kabupaten/kota di 10 provinsi tersebut, polisi dilaporkan menangkap sebanyak 344 orang.
Menurut data Amnesty International Indonesia:
- 152 orang mengalami kekerasan fisik
- 65 orang menjadi korban kekerasan berlapis
- 1 orang sempat hilang sementara, dan
- 17 orang terkena dampak penembakan gas air mata secara berlebihan.
116 Kasus Kekerasan oleh Polisi dalam Setahun
Amnesty International Indonesia mencatat, dari Januari hingga November 2024, terdapat 116 kasus kekerasan yang melibatkan polisi. Di antaranya:
- 29 kasus pembunuhan di luar hukum (extra judicial killing), dan
- 26 kasus penyiksaan serta tindakan kejam lainnya.
“Kegagalan institusi dalam memastikan akuntabilitas internal menjadi akar dari situasi ini,” tegas Usman.
Desakan kepada DPR untuk Bertindak
Melihat situasi yang terus memburuk, Amnesty International Indonesia mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk memanggil Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Kami meminta DPR RI untuk tidak hanya mendengarkan penjelasan, tetapi juga memastikan ada langkah konkret untuk menghentikan pola kekerasan ini,” tambah Usman.
Ia menegaskan bahwa reformasi institusi Polri menjadi langkah mendesak untuk memastikan tidak ada lagi pelanggaran hak asasi manusia di masa depan.(CC-01)