PANDUGA.ID, JAKARTA – Politisi PDIP, Deddy Yevri Sitorus, mengusulkan agar Polri berada di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau bahkan TNI tidak lagi berada langsung di bawah presiden.
Usulan ini muncul karena Deddy menilai Polri digunakan sebagai alat untuk memenangkan calon-calon yang didukung Presiden Prabowo dan Presiden Jokowi dalam Pilkada Serentak 2024.
“Polri seharusnya independen, bukan menjadi alat politik penguasa,” tegas Deddy dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Namun, usulan tersebut menuai penolakan dari mayoritas partai politik di DPR. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dengan tegas menyatakan keberatannya terhadap wacana tersebut.
Menurutnya, posisi Polri di bawah presiden merupakan hasil dari proses panjang reformasi yang tidak boleh diubah begitu saja.
“Ini adalah bagian dari semangat reformasi, menjadikan Polri institusi yang profesional dan bertanggung jawab langsung kepada presiden, bukan bagian dari birokrasi di bawah kementerian,” ujar Tito dalam konferensi pers di Kantor Kemendagri, beberapa waktu lalu.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, bersikap lebih moderat dan menyarankan agar wacana tersebut terlebih dahulu melalui kajian mendalam.
“Kalau memang ada aspirasi seperti itu, tentu harus ada pembahasan serius dan melibatkan berbagai pihak. Tidak bisa hanya berdasarkan opini atau kejadian sementara,” kata Bima Arya.
Ia juga menekankan bahwa perubahan struktur institusi seperti Polri akan memengaruhi stabilitas negara, sehingga harus dikelola secara hati-hati.
Wacana ini memicu perdebatan luas di masyarakat. Sebagian pihak mendukung usulan Deddy dengan alasan independensi Polri, sementara yang lain khawatir perubahan tersebut justru akan melemahkan profesionalisme institusi tersebut.
“Kami menghormati setiap masukan, tapi yang utama adalah menjaga keseimbangan antara kontrol dan otonomi Polri agar tetap melayani masyarakat, bukan kepentingan politik,” tutup Tito.(CC-01)