PANDUGA.ID, SEMARANG – Aktivitas jual beli bahan bakar solar ilegal di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, diduga melibatkan oknum dari aparat penegak hukum. Oknum yang diduga terlibat adalah anggota dari Direktorat Polisi Air dan Udara Polda Jawa Tengah.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan tim Panduga.id, ada dua bentuk dugaan keterlibatan aparat dalam kasus ini. Pertama, oknum tersebut diduga terlibat langsung dalam praktik jual beli solar yang diperoleh secara ilegal. Kedua, oknum ini disebut membiarkan aktivitas bongkar muat dan transaksi BBM solar ilegal antara kapal dan perahu khusus di area pelabuhan.
Menanggapi kabar ini, Polda Jawa Tengah menyatakan bahwa pihaknya masih mendalami informasi tersebut.
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, mengatakan bahwa Polda Jateng akan segera melakukan pengecekan terkait dugaan tersebut.
“Saya cari info dulu,” kata Kombes Pol Artanto kepada Redaksi Panduga.id, kemarin.
Diberitakan Panduga.id sebelumnya, aktivitas jual beli bahan bakar minyak (BBM) jenis solar ilegal diduga masih marak terjadi di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Berdasarkan penelusuran tim Panduga.id, beberapa sosok yang dikenal sebagai “pemain” dalam distribusi solar ilegal, di antaranya berinisial Fa, Nu, dan Da, terindikasi rutin menyuplai solar ke kapal-kapal dan peralatan berat di proyek konstruksi sekitar pelabuhan.
Seorang pekerja di Pelabuhan Tanjung Emas yang enggan diungkap identitasnya, dan ingin dipanggil Bayu, mengungkapkan bahwa distribusi solar ilegal ini berlangsung pada malam hingga dini hari. “Aktivitas jual beli solar ini biasanya dilakukan tengah malam atau menjelang subuh, agar tidak mudah terpantau,” ujar Bayu kepada tim Panduga.
Menurutnya, para pelaku biasanya memperoleh solar dari kapal yang bersandar di pelabuhan. Mereka bekerja sama dengan kapten kapal dan kepala kamar mesin (KKM) untuk membeli sisa solar dari tangki bahan bakar kapal. Solar ini kemudian dipindahkan menggunakan perahu modifikasi yang mampu menampung dalam jumlah besar. Setiap kali transaksi, para pemain ini dapat melakukan bongkar muat berulang, tergantung banyaknya solar yang dibeli.
Solar yang diperoleh dari aktivitas ini disimpan di sebuah tempat tak jauh dari area pelabuhan dan dibeli seharga Rp 5.000 hingga Rp 6.500 per liter, tergantung hasil negosiasi. Menurut Bayu, dalam sekali transaksi, para pemain ini bisa membeli solar mulai dari 2 hingga 10 ton. Nantinya, perusahaan kapal biasanya mengisi ulang sebelum kapal berangkat, menjadikan praktik ini sebagai bagian dari kesepakatan diam-diam antara pemain solar ilegal dan kapten kapal.
Solar ilegal ini dijual kepada agen-agen kapal yang lebih memilih harga miring dibandingkan harga solar industri. Saat ini, harga solar industri di Semarang mencapai Rp 19.200 per liter, sementara solar ilegal dijual antara Rp 10.000 hingga Rp 12.000 per liter. Perbedaan harga yang signifikan ini membuat agen kapal tergiur menggunakan solar ilegal.
Dugaan Keterlibatan Oknum Aparat
Selain melibatkan kapten kapal, Bayu juga mengungkapkan adanya keterlibatan oknum aparat penegak hukum dalam praktik ini. Beberapa oknum Polairud diduga turut andil dalam mendukung, bahkan terkadang ikut serta dalam distribusi solar ilegal. “Banyak orang-orang Airud yang ikut bermain, mereka juga terlibat dalam transaksi jual beli ini,” ujarnya.
Menurut Bayu, bagi oknum yang tidak terlibat aktif, mereka biasanya hanya menerima “setoran” sebagai imbalan untuk mengabaikan aktivitas ilegal ini. Setoran tersebut dikenal sebagai “uang laporan kerja.” Beberapa oknum aparat ini juga disebutkan rutin menghadiri tempat-tempat hiburan malam di sekitar Pelabuhan Tanjung Emas sebagai bagian dari relasi mereka dengan para pemain solar ilegal. (CC02)