PANDUGA.ID, SEMARANG – Fenomena meningkatnya aktivitas gangster di Kota Semarang menarik perhatian pakar kriminologi Universitas Diponegoro, Budi Wicaksono. Ia menyoroti bahwa minimnya pendidikan kejiwaan dan kurangnya kasih sayang dari keluarga menjadi salah satu penyebab anak-anak berani melakukan tindakan keji. Selain itu, rendahnya pemahaman hukum membuat mereka mudah terjerumus dalam tindak pidana.
“Melukai orang lain dengan senjata tajam bisa dikenai hukuman pidana. Jika disebut sebagai bela diri, perlu dilihat sejauh mana batasannya. Menghindar atau mendorong orang untuk menyelamatkan diri itu bela diri, tapi melukai sudah masuk tindak pidana,” jelas Budi, Selasa (17/9/2024).
Budi juga menekankan pentingnya penyuluhan hukum untuk anak-anak dan masyarakat. Menurutnya, lemahnya penegakan hukum menjadi faktor lain yang menyebabkan pelaku kriminal tidak jera melakukan kejahatan.
“Ini adalah tanggung jawab polisi untuk memberikan penyuluhan hukum dan menegakkan aturan. Jangan sampai anak-anak yang terlibat gangster dibiarkan begitu saja,” tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa polisi harus bertindak tegas terhadap anak-anak yang membawa senjata tajam seperti celurit. Menurutnya, hal ini sudah diatur dalam undang-undang dan bisa dikenai sanksi hukum.
“Orang yang kedapatan membawa senjata tajam harus segera ditangkap karena itu membahayakan. Polisi harus tegas dalam kasus ini,” tambahnya.
Selain itu, Budi mengusulkan agar polisi memberikan efek jera kepada anak-anak yang terlibat dalam tindak pidana, termasuk mencatatkan pelanggaran mereka di Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Hal ini, menurutnya, akan memberikan dampak psikologis, di mana pelaku kejahatan terancam tidak bisa melanjutkan pendidikan atau mendapatkan pekerjaan.
“Ancaman pencatatan di SKCK akan memberikan efek jera. Anak-anak yang melakukan tindak pidana akan merasa terancam masa depannya,” ungkapnya.
Budi juga mendorong pembentukan community police, sebuah kerja sama antara polisi dan masyarakat yang bertujuan untuk memetakan daerah rawan kejahatan. Ia menilai ini akan memudahkan polisi dalam mengantisipasi potensi tindak pidana.
“Dengan adanya community police, masyarakat bisa membantu mengontrol dan memberikan informasi kepada polisi, sehingga penegakan hukum lebih efektif,” tambah Budi.
Di akhir, ia mengingatkan agar polisi menelusuri lebih dalam latar belakang anak-anak yang terlibat gangster, termasuk kondisi keluarganya dan pendidikan agamanya.
“Polisi harus meneliti lebih jauh, dari mana asal anak tersebut dan bagaimana latar belakang pendidikannya, termasuk perhatian orang tuanya,” pungkasnya. (CC02)