PANDUGA.ID, SEMARANG – Kasus perundungan yang dialami dr. Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Kariadi Semarang, semakin memasuki tahap penyelidikan mendalam. Pengakuan dari pihak Undip dan RSUP Kariadi soal adanya perundungan terhadap para mahasiswa, termasuk dr. Aulia, dinilai akan mempercepat proses penyelidikan yang dilakukan oleh Polda Jawa Tengah.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto, menyatakan bahwa pengakuan tersebut memberikan petunjuk penting bagi tim penyidik. “Pernyataan dari Undip dan RSUP Kariadi bisa menjadi landasan kuat bagi penyidik untuk menggali lebih dalam sekaligus mempermudah pembuktian kasus ini,” jelasnya, Sabtu (14/9/2024).
Kasus ini mulai diselidiki setelah ibunda mendiang Risma, Nuzmatun Malinah, melaporkan dugaan tindak pidana berupa penghinaan, pemerasan, dan perbuatan tidak menyenangkan yang dialami putrinya selama mengikuti PPDS Anestesi di RSUP Kariadi. Laporan tersebut diajukan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah pada Rabu (4/9/2024).
Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa 29 saksi yang terdiri dari keluarga korban, staf Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), serta rekan-rekan seangkatan korban dan pihak yang berkomunikasi dengan korban selama masa pendidikan. “Kami mulai dari teman-teman seangkatan, dan selanjutnya senior-senior korban akan dipanggil untuk diperiksa,” ungkap Artanto.
Sementara itu, kuasa hukum keluarga mendiang dr. Aulia, Misyal Achmad, mengapresiasi langkah Undip dan RSUP Kariadi yang mengakui adanya perundungan. Menurutnya, pengakuan ini semakin memperkuat bukti-bukti yang ditemukan di perangkat ponsel milik korban yang saat ini sedang dianalisis oleh pihak kepolisian.
“Pengakuan ini menguatkan bukti perundungan yang ditemukan dalam tiga ponsel korban, yang sekarang tengah digali oleh penyidik,” kata Misyal.
Meski demikian, Misyal meminta agar Undip dan RSUP Kariadi tidak berhenti hanya pada pengakuan. Ia berharap para petinggi institusi tersebut turut membantu membuka “kotak pandora” untuk mengungkap siapa dalang di balik perundungan yang menyebabkan kematian dr. Aulia. “Pelaku yang terlibat harus diproses hukum agar menjadi pelajaran bagi yang lain. Kasus ini adalah tindak pidana, dan harus ada tersangkanya,” tegasnya.
Perundungan terhadap dr. Aulia diduga telah berlangsung sejak 2022, saat ia baru memulai semester pertama PPDS, hingga akhirnya berlanjut hingga semester lima, sebelum meninggal dunia. Perundungan ini tidak hanya berupa tekanan psikologis, namun juga fisik dan finansial. Korban dikabarkan mengalami penurunan kondisi fisik akibat jam kerja yang tidak wajar, serta diharuskan membayar sejumlah uang sebesar Rp 225 juta kepada para seniornya selama mengikuti program pendidikan.
Misyal menyatakan bahwa bukti-bukti terkait perundungan ini akan diungkapkan di pengadilan. “Kami berbicara berdasarkan bukti-bukti yang ada di WhatsApp korban, yang saat ini sedang dianalisis oleh polisi. Nanti, semua akan dibuktikan bersama di pengadilan,” pungkasnya. (CC02)