PANDUGA.ID, SEMARANG – Dua anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas 2 dan Taman Kanak-kanak (TK) di Semarang menjadi korban perundungan oleh siswa SMA di sebuah kompleks sekolah swasta Katolik yang berlokasi di Jalan Mayjend Sutoyo, Kelurahan Pekunden, Semarang. Orang tua kedua anak tersebut telah meminta bantuan tim hukum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kota Semarang untuk mengadukan kasus ini ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang.
Ivana, ibu dari kedua korban, menceritakan kronologi kejadian yang menimpa anak-anaknya. “Anak saya yang SD dihalangi untuk keluar kelas oleh siswa SMA tersebut. Sedangkan anak saya yang TK, dinaikkan ke atas meja, lampu ruangan dimatikan, dan tidak diizinkan turun. Mereka bahkan merekam kejadian itu hingga anak saya menangis ketakutan,” ungkap Ivana pada Rabu (4/9/2024).
Permasalahan bermula dari informasi yang diterima siswa SMA bahwa anak-anak SD di kompleks sekolah tersebut dianggap mengganggu, seperti mengetuk-ngetuk pintu dan bermain dengan jendela. “Padahal, anak saya yang besar baru sekali menyentuh jendela, dan anak saya yang kecil sama sekali tidak melakukan hal tersebut. Namun, mereka justru diperlakukan tidak semestinya,” tambahnya.
Ivana mengungkapkan bahwa pihak sekolah sudah dua kali melakukan mediasi, namun belum ada tindak lanjut yang konkret. “Anak-anak saya sekarang menjadi takut. Mereka tidak berani melewati area SMA, padahal itu adalah jalan menuju kelas mereka,” katanya dengan nada prihatin.
Ia juga menyatakan bahwa hingga kini belum mengetahui identitas pelaku perundungan terhadap anak-anaknya, meskipun pihak sekolah berjanji akan mempertemukannya dengan orang tua pelaku. “Namun, sampai sekarang belum ada realisasinya. Saya sudah mengadu ke bidang hukum PSI Kota Semarang dan DP3A Kota Semarang,” tegas Ivana.
Ketua PSI Kota Semarang, Bangkit Mahanantiyo, menyatakan keprihatinannya atas kejadian ini. “Kami sangat peduli terhadap perlindungan perempuan dan anak. Anak-anak adalah aset bangsa yang harus dijaga. Jangan sampai mereka mengalami kekerasan, baik fisik maupun psikologis. Negara harus menjamin tumbuh kembang anak dengan baik,” ujarnya.
Bangkit berharap agar UPTD terkait dapat memberikan penanganan yang efektif dalam kasus ini. Ia juga mendorong pihak sekolah untuk lebih proaktif dalam memantau dan mencegah terjadinya tindakan yang merugikan siswa. “Kami berharap ada langkah konkret agar hal seperti ini tidak terulang kembali,” tambahnya.
Petugas DP3A Kota Semarang, Supati, mengonfirmasi telah menerima laporan tersebut dan telah melakukan asesmen awal untuk konseling psikologis. “Kami akan menindaklanjuti permintaan pelapor dengan berkoordinasi bersama pihak sekolah. Pelapor meminta agar kasus ini menjadi perhatian serius dan pelaku mendapatkan sanksi yang sesuai,” jelasnya. (CC02)