PANDUGA.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima dua laporan pengaduan masyarakat terkait dugaan gratifikasi yang melibatkan Kaesang Pangarep, putra Presiden Jokowi.
Laporan pertama datang dari Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) yang menyertakan dokumen Memorandum of Understanding (MoU) terkait pembangunan kantor dan pusat gaming di atas lahan milik Pemkot Solo oleh PT Shopee International Indonesia pada 23 April 2021.
Laporan kedua disampaikan oleh Ubedilah Badrun, dosen Universitas Negeri Jakarta, yang juga menagih tindak lanjut pelaporannya dari 2,5 tahun lalu terkait dugaan gratifikasi yang diterima Kaesang dan kakaknya, Gibran Rakabuming Raka.
Ubedilah Badrun menyatakan bahwa laporan yang ia buat pada 2021 kini semakin relevan dengan adanya dugaan gratifikasi yang melibatkan Kaesang saat ini.
“Isu gratifikasi Kaesang yang sekarang ini turut mengonfirmasi laporan saya dua setengah tahun lalu,” ujar Ubedilah saat menyerahkan laporannya bersama kuasa hukumnya, Kamis (29/8/2024).
Menanggapi laporan ini, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menjelaskan bahwa KPK tidak bisa langsung menyelidiki dugaan gratifikasi yang diterima Kaesang.
“Berdasarkan UU 30/2002 tentang KPK Pasal 16, kewajiban melapor gratifikasi itu dibebankan kepada pegawai negeri dan penyelenggara negara, tidak mencakup keluarga,” ucap Tessa.
Namun, ia menambahkan bahwa Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, telah memerintahkan jajarannya untuk meminta klarifikasi dari Kaesang.
Rektor Universitas Paramadina, Didik Junaidi Rachbini, turut memberikan pandangannya terkait kasus ini.
Menurutnya, meskipun Kaesang bukan penyelenggara negara, hubungan antara pemberi fasilitas dan Presiden beserta keluarganya perlu ditelusuri lebih lanjut.
“Investigasi diperlukan untuk melihat apakah ada indikasi fasilitas itu diterima sebagai imbalan dari pihak ketiga,” kata Didik.
Ia menambahkan bahwa jika aparat penegak hukum tidak segera bergerak, ini bisa menjadi celah modus baru bagi pelaku korupsi untuk menyembunyikan tindakan mereka melalui pemberian fasilitas kepada keluarga penyelenggara negara.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik, terutama dalam konteks pengawasan terhadap potensi konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang di kalangan pejabat negara dan keluarganya.
KPK diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan transparan dan independen dalam menangani kasus ini.(CC-01)