PANDUGA.ID, JAKARTA – Langkah cepat DPR dan Pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Pilkada setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat kecaman keras dari kalangan pakar dan akademisi yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS).
Koalisi sipil ini menilai bahwa pembahasan revisi UU Pilkada tersebut dilakukan untuk mempertahankan dominasi Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus) dalam Pilkada 2024, yang merasa terancam oleh potensi hadirnya kontestan alternatif.
“Revisi ini bukan tentang memperkuat demokrasi, melainkan untuk melindungi kepentingan politik KIM Plus yang dominan,” kata Bivitri Susanti juru bicara CALS dalam sebuah pernyataan, Rabu (21/8/2024).
Menurut mereka, dua putusan MK baru-baru ini membuka peluang lebih besar bagi munculnya kandidat-kandidat alternatif yang bisa menggoyahkan kekuatan koalisi gemuk KIM Plus.
Putusan tersebut dianggap sebagai ancaman langsung bagi koalisi yang saat ini memegang kendali kuat dalam politik nasional.
CALS juga mengecam upaya revisi ini sebagai tindakan yang mencederai semangat demokrasi dan konstitusionalitas.
“Kami melihat ini sebagai langkah mundur dalam proses demokrasi yang telah dibangun. DPR dan Pemerintah seharusnya menghormati putusan MK, bukan malah mereduksi maknanya demi kepentingan politik sempit,” tambah juru bicara CALS.
Koalisi ini menilai bahwa revisi UU Pilkada yang dipaksakan akan menutup kesempatan bagi perubahan politik yang lebih inklusif di Pilkada 2024.
Sebagai bentuk protes, CALS mengancam akan melakukan pembangkangan sipil dan memboikot pilkada jika revisi UU Pilkada tetap dibahas tanpa memperhatikan putusan MK.
“Jika mereka tetap memaksakan revisi yang mengabaikan prinsip demokrasi, kami tidak akan ragu untuk mengajak masyarakat melakukan pembangkangan sipil dan memboikot Pilkada 2024,” tegas CALS.
Ancaman ini menunjukkan betapa seriusnya koalisi sipil ini dalam mempertahankan prinsip-prinsip demokrasi dan integritas konstitusional.(CC-01)