PANDUGA.ID, KUDUS – Dugaan kasus pelecehan seksual yang melibatkan tiga mahasiswi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus selama program magang di Pengadilan Agama Kudus telah menjadi sorotan banyak pihak. Pengadilan Agama Kudus pun merespons dengan memberikan klarifikasi terkait insiden yang mencemari lingkungan kerjanya.
Wakil Ketua Pengadilan Agama Kudus, Siti Alosh Farchaty, mengungkapkan bahwa pihaknya menerima laporan dari mahasiswi magang yang mengaku menjadi korban tindakan asusila. Menurut Siti, laporan tersebut mencakup kejadian yang menimpa mahasiswi magang saat ini serta kasus serupa yang dialami oleh mahasiswi dari periode magang sebelumnya.
“Saya telah menerima laporan dari mahasiswi magang saat ini, dan mereka juga menyebutkan bahwa mahasiswi yang magang pada periode sebelumnya juga menjadi korban pelecehan oleh oknum S,” ujar Siti pada Selasa (20/8/2024).
Pada Selasa (13/8), pihak Pengadilan Agama Kudus segera memanggil dua mahasiswi untuk memberikan penjelasan terkait insiden tersebut. Setelah mendengar kesaksian mereka, langkah cepat diambil untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Setelah penelusuran lebih lanjut, terungkap bahwa tiga mahasiswi menjadi korban pelecehan yang diduga dilakukan oleh S, seorang mediator non hakim yang bekerja sebagai mitra Pengadilan Agama Kudus. Terkait hal ini, Pengadilan Agama Kudus membentuk tim khusus untuk menyelidiki laporan tersebut, dan pada Kamis (15/8), pelaku dipanggil untuk memberikan klarifikasi.
“Terlapor hadir pada Jumat (16/8) dan memberikan klarifikasi serta secara lisan menyatakan mundur sebagai mediator non hakim di PA Kudus,” jelas Siti.
Siti menegaskan bahwa S bukan bagian dari staf Pengadilan Agama Kudus, melainkan seorang mediator non hakim yang bekerja sama dengan pengadilan dalam menangani kasus-kasus tertentu.
Mengenai pemanggilan tiga mahasiswi korban, Siti menekankan bahwa langkah tersebut diambil sebagai bagian dari proses penyelesaian masalah. Kesaksian korban akan dijadikan dasar dalam penyusunan berita acara pemeriksaan (BAP), yang akan digunakan sebagai landasan dalam laporan lebih lanjut.
“Keterangan dari korban dituangkan ke dalam BAP, dan mereka mengetahui isi surat tersebut, bukan dipaksa untuk menandatangani tanpa persetujuan,” tegas Siti.
Pengadilan Agama Kudus berkomitmen untuk menuntaskan permasalahan ini sesuai dengan regulasi dan undang-undang yang berlaku. Pihaknya juga mengecam keras tindakan yang dilakukan oleh terduga S, yang dianggap melanggar norma dan kode etik mediator.
Ke depan, Pengadilan Agama Kudus akan meningkatkan monitoring dan evaluasi di lingkungan kerjanya guna mencegah terulangnya kejadian serupa. Saat ini, mereka juga tengah berkoordinasi dengan pihak kampus untuk menyelesaikan kasus ini secara tuntas. (CC02)