PANDIGA.ID, JAKARTA – Penggantian Yasonna Laoly dari posisi Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) terus menuai berbagai tanggapan, termasuk dari Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus, yang menilai langkah tersebut sebagai bentuk politik kekuasaan Presiden Joko Widodo.
Menurut Deddy, langkah ini merupakan bagian dari strategi politik untuk mengamankan kepentingan Jokowi dan dinastinya, serta mempersiapkan langkah menghadapi Prabowo Subianto selama lima tahun ke depan.
“Penggantian Yasonna Laoly adalah murni agenda politik untuk meloloskan UU MD3,” ungkap Deddy, Senin (19/8/2024).
Pandangan Deddy tersebut sejalan dengan analisis yang disampaikan oleh Agung Baskoro, Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis.
Agung menilai, reshuffle terhadap Yasonna Laoly sarat dengan kepentingan politik, terutama dalam pengkondisian internal Partai Golkar yang akan mengadakan musyawarah nasional (munas) dalam waktu dekat.
“Posisi Menkumham sangat strategis, karena dia yang akan membubuhkan tanda tangan pengesahan struktur pengurus ke lembaran negara,” ujar Agung.
Lebih lanjut, Agung Baskoro menjelaskan bahwa posisi Menkumham memiliki peran krusial dalam proses legalisasi kepengurusan partai politik.
Jika struktur kepengurusan suatu partai tidak disukai oleh penguasa, Menkumham memiliki wewenang untuk menahan legalitas hingga struktur tersebut sesuai dengan keinginan pihak yang berkuasa.
“Jika struktur kepengurusan tidak disukai, Menkumham bisa menahan legalitas hingga sesuai dengan keinginan penguasa,” tambah Agung.
Pendapat Deddy Sitorus dan Agung Baskoro menunjukkan bahwa pergantian Yasonna Laoly tidak hanya dilihat dari sisi administratif, tetapi juga terkait dengan dinamika politik menjelang pemilihan umum dan musyawarah nasional partai.
Pergantian ini dinilai sebagai upaya Presiden Jokowi untuk memastikan kekuatan politiknya tetap solid dengan mengontrol struktur partai-partai besar, terutama Partai Golkar.(CC-01)