PANDUGA.ID, JAKARTA – Setelah Faisal Basri dan Menteri Perencanaan Pembangunan Suharso Monoarfa, ekonom lain juga turut mengkritisi rencana pemerintah untuk membentuk family office.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyatakan bahwa pemerintah perlu mengkaji lebih dalam rencana tersebut.
“Selain berpotensi menjadi suaka pajak dan tempat pencucian uang, saya khawatir investasi family office tidak masuk sektor riil namun hanya diputar di instrumen keuangan, seperti saham dan surat utang,” kata Bhima, Sabtu (6/7/2024).
Bhima juga menambahkan bahwa Indonesia belum memenuhi kriteria untuk membentuk family office.
“Indonesia belum memenuhi kriteria untuk membentuk family office,” jelasnya, menggarisbawahi bahwa infrastruktur keuangan dan regulasi yang ada saat ini belum memadai untuk mendukung operasional family office yang sehat dan transparan.
Kritik ini menambah deretan pandangan negatif dari para ekonom terkait rencana kontroversial pemerintah tersebut.
Kritik terhadap family office juga muncul dari luar negeri. Media Singapura, The Straits Times, merilis berita bahwa enam family office di Singapura yang menikmati insentif pajak diduga terlibat dalam pencucian uang yang dilakukan oleh sepuluh orang asing.
“Orang asing itu telah ditangkap atas kasus pencucian uang terbesar di Singapura,” tulis The Straits Times.
Dugaan ini muncul setelah regulator keuangan Singapura, Otoritas Moneter Singapura (MAS), memperketat pemberian insentif pajak kepada sejumlah family office.
Kasus di Singapura ini menambah kekhawatiran bahwa family office bisa menjadi alat untuk praktik-praktik keuangan ilegal.
“Pengalaman di Singapura menunjukkan bahwa family office bisa menjadi tempat pencucian uang,” tambah Bhima.
Dengan semakin banyaknya kritik dan kasus yang muncul, pemerintah diharapkan untuk melakukan kajian mendalam dan mempertimbangkan masukan dari para ekonom sebelum melanjutkan rencana pembentukan family office di Indonesia.(CC-01)