PANDUGA.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan, untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melengkapi berkas perkara penyidikan. Selain Dahlan Iskan, KPK juga memanggil satu saksi lainnya, yaitu Yudha Pandu Dewanata.
Hingga saat ini, materi yang hendak didalami oleh tim penyidik terhadap kedua saksi tersebut masih belum diketahui.
“Pada September 2023, Dahlan juga sudah diperiksa sebagai saksi dalam kasus yang sama,” ungkap juru bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto, Rabu (3/7/2024).
Pemeriksaan ini menunjukkan keseriusan KPK dalam mengusut tuntas kasus dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah nama besar di PT Pertamina.
Kasus ini mencakup dugaan korupsi terkait pengadaan LNG di PT Pertamina selama periode 2011-2021.
Dalam pengembangan kasus ini, KPK telah menetapkan dua pejabat Pertamina sebagai tersangka.
Kedua tersangka tersebut adalah Hari Karyuliarto, yang menjabat sebagai Direktur Gas PT Pertamina periode 2012-2014, dan Yenni Andayani, yang menjabat sebagai SVP Gas & Power PT Pertamina tahun 2013-2014.
“Penetapan ini menunjukkan bahwa KPK terus berupaya untuk mengungkap kebenaran di balik dugaan korupsi yang melibatkan petinggi perusahaan BUMN tersebut,” ujarnya.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat telah memutuskan hukuman bagi Dirut PT Pertamina periode 2009-2014, Karen Agustiawan.
Karen dihukum pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta.
“Hukuman ini dijatuhkan terkait keterlibatannya dalam kasus yang sama, yaitu dugaan korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina,” kata hakim ketua dalam putusannya.
Dengan terus berjalannya proses penyidikan dan pemanggilan saksi-saksi penting seperti Dahlan Iskan, KPK berharap dapat mengungkap lebih banyak fakta dan bukti terkait kasus ini.
Langkah ini juga diharapkan dapat memberikan efek jera dan meningkatkan transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaan BUMN.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan nama-nama besar di perusahaan milik negara, dan diharapkan penanganannya dapat menjadi pembelajaran penting bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.(CC-01)