PANDUGA.ID, SEMARANG – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang melibatkan seorang oknum Polisi Wanita (Polwan) berinisial FN terhadap suaminya, Briptu Rian, menarik perhatian publik dan pakar kriminologi Universitas Diponegoro, Budi Wicaksono.
Menurut Budi, kasus ini memerlukan penanganan khusus terutama dalam aspek kondisi kejiwaan pelaku dan dinamika hubungan rumah tangga mereka.
Budi menjelaskan bahwa untuk menilai kondisi kejiwaan FN, diperlukan tes yang sangat mendetail.
“Harus ada ratusan pertanyaan.
Saya sendiri sudah pernah mengusut polisi,” ujarnya.
Selain itu, penyelidik juga harus mengevaluasi hubungan antara FN dan Briptu Rian untuk menentukan apakah ada masalah serius dalam rumah tangga mereka yang mungkin memicu tindakan kekerasan tersebut.
“Jadi harus dilihat apakah ada masalah rumah tangga dan sering cekcok.
Jadi apakah ini memuncak terus bakar suaminya,” tambah Budi.
Menurut Budi, tindakan FN yang diduga membunuh suaminya sudah direncanakan dengan matang.
Ia menyoroti bahwa FN telah membeli bensin dan menyimpannya di lemari, yang menunjukkan niat pembunuhan yang direncanakan.
“Jadi kalau dia (FN) waras, hukumannya berat sekali bisa hukuman mati maupun seumur hidup.
Jeratan pasalnya 340 KUHP bukan 338 KUHP karena sudah direncanakan,” imbuhnya.
Namun, jika ditemukan bahwa FN mengalami gangguan kejiwaan saat melakukan perbuatan tersebut, hal ini dapat menjadi faktor yang meringankan hukuman.
“Karena saat dites dia sudah normal.
Masalah kejiwaan di luar negeri pun kesulitan. Karena ngetesnya tidak dapat itu,” tuturnya.
Budi juga menyoroti dugaan keterlibatan Briptu Rian dalam praktik judi slot.
Menurutnya, meskipun kegiatan seperti judi merupakan hak individu, polisi tidak diizinkan terlibat dalam tindakan tersebut karena melanggar kode etik dan aturan kepolisian.
“Meski judi, merokok, zina hak setiap manusia.
Tapi kalau polisi tidak bisa karena ada aturannya.
Mau nikah dua kali aja tidak boleh apalagi judi,” jelasnya.
Budi menegaskan bahwa polisi yang terbukti melakukan judi harus diberi sanksi tegas mulai dari peringatan hingga pemecatan.
“Polisi memberantas penyakit masyarakat masak ikut terbawa arus. Secara etika saja sudah tidak benar,” tandasnya. (CC02)