PANDUGA.ID, JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara sekaligus Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti, menyebutkan bahwa terdapat pola yang sama dalam keluarnya putusan Mahkamah Agung (MA) No. 23 P/HUM/2024 dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 90/PUU-XXI/2023.
Kedua putusan dari lembaga peradilan yang berbeda tersebut sama-sama mengabulkan permohonan untuk mengubah syarat usia calon dalam konteks pemilihan umum.
Putusan MK No. 90/2023 mengubah syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) dari 40 tahun dengan menambahkan pengecualian bagi mereka yang pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah yang dipilih melalui pemilihan umum.
Perubahan ini membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi, untuk maju sebagai calon wakil presiden. Gibran kini telah ditetapkan sebagai cawapres terpilih.
Sebelum munculnya putusan MK No. 90/2023, nama Gibran sudah sering disebut-sebut bakal dicalonkan dalam Pilpres 2024 namun terganjal persyaratan umur.
Sementara itu, nama Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi, juga telah dilontarkan ke publik untuk maju dalam Pilkada Jakarta sebelum munculnya putusan MA No. 23/2024.
Putusan MA ini mengubah syarat minimal usia calon gubernur dan wakil gubernur menjadi 30 tahun saat dilantik, berbeda dengan sebelumnya yang harus dipenuhi pada saat pendaftaran.
Bivitri Susanti menilai kesamaan pola ini dapat menimbulkan praduga publik bahwa putusan MA tersebut memiliki tujuan politik untuk mengakomodasi pihak tertentu dalam Pilkada 2024.
“Melihat kesamaan pola dengan putusan MK No. 90/2023, wajar jika publik mencurigai ada motif politik di balik putusan MA No. 23/2024,” ujar Bivitri, Jumat (31/5/2024).
Ia menambahkan bahwa perubahan aturan dalam waktu singkat dan proses yang cepat menimbulkan tanda tanya mengenai transparansi dan independensi lembaga peradilan.
“Ketika keputusan-keputusan semacam ini keluar dengan cepat dan menguntungkan pihak-pihak tertentu yang memiliki koneksi politik, integritas dan independensi lembaga peradilan menjadi dipertanyakan,” lanjut Bivitri.
Publik merespon dengan berbagai spekulasi terkait motif di balik putusan ini, terutama mengingat kedekatan Kaesang dan Gibran dengan Presiden Jokowi.
Dalam konteks politik yang semakin dinamis menjelang Pilkada dan Pilpres 2024, keputusan-keputusan ini mempengaruhi persepsi masyarakat mengenai fairness dalam proses pemilihan.
Saat ini, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tempat Kaesang menjabat sebagai Ketua Umum, belum memutuskan apakah akan mengusung Kaesang dalam Pilkada Jakarta 2024.
Meskipun demikian, dinamika politik dan keputusan hukum terbaru ini menjadi topik hangat di kalangan publik dan analis politik.
Dengan dua putusan yang mengubah syarat usia calon dalam waktu yang berdekatan, pertanyaan mengenai pengaruh politik dalam proses hukum semakin relevan.
Masyarakat dan pengamat hukum akan terus memantau bagaimana perkembangan ini mempengaruhi peta politik di Indonesia menjelang pemilu 2024.(CC-01)