PANDUGA.ID, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menerbitkan fatwa yang melarang umat Islam mengucapkan selamat hari raya kepada penganut agama lain.
Fatwa ini dikeluarkan dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII yang berlangsung di Bangka Belitung dari tanggal 28 hingga 31 Mei 2024.
Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, menjelaskan bahwa fatwa tersebut juga melarang penggunaan atribut hari raya agama lain, pemaksaan mengucapkan atau melakukan perayaan agama lain, serta tindakan-tindakan lain yang tidak bisa diterima oleh umat beragama.
“Tindakan-tindakan tersebut dianggap sebagai mencampuradukkan ajaran agama,” ujar Asrorun Niam Sholeh dalam keterangan persnya, Kamis (30/5/2024).
Selain itu, MUI juga memutuskan bahwa mengucapkan salam lintas agama bukan merupakan implementasi dari toleransi.
Menurut MUI, pengucapan salam merupakan doa yang bersifat ‘ubudia’ atau pengabdian diri kepada Allah SWT, sehingga harus mengikuti ketentuan syariat Islam dan tidak boleh dicampuradukkan dengan ucapan salam dari agama lain.
“Kami meminta umat Islam mengucapkan salam dengan ‘Assalamu’alaikum’ atau salam nasional lainnya yang tidak mencampuradukkan dengan salam doa agama lain, ketika hadir dalam forum lintas agama,” tambah Asrorun.
Meskipun demikian, MUI menekankan pentingnya toleransi terhadap umat agama lain.
Umat Islam tetap diwajibkan memberikan kesempatan bagi umat agama lain yang sedang merayakan ritual ibadah dan perayaan hari besar mereka.
“Muslim wajib memberikan kesempatan bagi umat agama lain yang sedang merayakan ritual ibadah dan perayaan hari besar agama lain,” jelasnya.
Fatwa ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi umat Islam dalam menjaga kemurnian ajaran agama Islam sambil tetap menghormati dan memberikan ruang bagi penganut agama lain untuk menjalankan ibadah mereka.
Keputusan ini juga diambil untuk menghindari potensi konflik dan kesalahpahaman yang dapat timbul dari tindakan yang dianggap mencampuradukkan ajaran agama.
Dalam konteks masyarakat yang plural dan beragam seperti Indonesia, fatwa ini menjadi topik yang cukup sensitif dan menimbulkan berbagai tanggapan dari berbagai kalangan.
Beberapa pihak mungkin melihatnya sebagai langkah yang diperlukan untuk menjaga kemurnian agama, sementara yang lain mungkin melihatnya sebagai tantangan dalam menjaga harmoni dan toleransi antarumat beragama.(CC-01)