PANDUGA.ID, JAKARTA – Peneliti dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Annisa Azzahra, mengkritik rencana DPR RI untuk merevisi Undang-Undang No. 34/2004 tentang TNI.
Menurut Annisa, niat tersebut mencerminkan keinginan untuk mengembalikan TNI ke era Orde Baru, di mana militer terlibat dalam politik, penegakan hukum, dan ketertiban umum.
Ia menegaskan bahwa orientasi pemerintahan saat ini tampak mirip dengan era Soeharto, yaitu fokus pada pembangunan yang melibatkan aparat keamanan di berbagai sektor.
Annisa menyebutkan bahwa dari 150 proyek strategis nasional (PSN) saat ini, ada 114 proyek yang pengamanannya melibatkan TNI.
“Ini menunjukkan kecenderungan menuju negara yang otoriter, di mana militer memiliki peran yang sangat dominan dalam kehidupan sipil,” ujar Annisa, Senin (20/5/2024).
Keterlibatan TNI dalam banyak proyek strategis nasional menimbulkan kekhawatiran tentang potensi kembalinya militerisme dalam pemerintahan.
Wacana revisi UU TNI bukanlah hal baru. Tahun lalu, isu ini sempat mencuat dan menuai kritik.
Salah satu pasal yang akan diubah adalah Pasal 3 ayat 1 dan 2, yang dipandang akan memperluas peran TNI di ranah sipil. Saat ini, Pasal 3 ayat 1 berbunyi, “Pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden.”
Rencananya, pasal ini akan diubah menjadi, “TNI merupakan alat negara di bidang pertahanan dan keamanan negara berkedudukan di bawah Presiden,” yang berarti peran TNI diperluas tidak hanya dalam pertahanan tetapi juga keamanan.
Perubahan ini, menurut Annisa, akan mencabut kewenangan Presiden untuk mobilisasi TNI, sehingga memberikan otoritas yang lebih besar kepada militer.
“Ini adalah langkah mundur dalam upaya reformasi militer yang telah dilakukan selama dua dekade terakhir,” tambah Annisa. Ia juga mengingatkan bahwa reformasi militer pasca-Orde Baru bertujuan untuk memastikan bahwa militer tidak terlibat dalam urusan sipil dan politik.
Kritik Annisa ini sejalan dengan kekhawatiran banyak pihak yang melihat revisi UU TNI sebagai ancaman terhadap demokrasi dan hak asasi manusia.
“Keterlibatan militer dalam urusan sipil dapat mengurangi ruang demokrasi dan meningkatkan risiko pelanggaran HAM,” jelasnya.
Annisa mendesak DPR untuk mempertimbangkan kembali rencana revisi ini dan mendengarkan suara masyarakat serta para ahli yang menentang perluasan peran militer di ranah sipil.
Revisi UU TNI, jika disahkan, dapat mengubah struktur dan fungsi TNI secara signifikan.
“Kami tidak menolak peran penting TNI dalam pertahanan negara, namun perlu ada batasan yang jelas agar tidak terjadi tumpang tindih dengan fungsi sipil,” tutup Annisa.
PBHI dan berbagai organisasi masyarakat sipil lainnya berkomitmen untuk terus mengawal isu ini demi menjaga demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia.(CC-01)