PANDUGA.ID, JAKARTA – Rencana pemerintahan Prabowo-Gibran untuk menambah jumlah kementerian menjadi 40 menuai keprihatinan dari Mahfud MD, yang menyatakan kekhawatirannya terhadap potensi peningkatan kasus korupsi akibat bertambahnya sumber korupsi.
Menurutnya, karena kementerian memegang anggaran, penambahan kementerian dapat menjadi potensi tambahan untuk praktik korupsi.
Mahfud MD juga mengingatkan bahwa pada tahun 2019, bersama dengan asosiasi pengajar hukum tata negara, mereka merekomendasikan agar jumlah lembaga kementerian dikompresi.
Bahkan, dalam rekomendasi tersebut, disebutkan bahwa lembaga kementerian koordinator (kemenko) tidak harus ada sebagai upaya efisiensi dan efektivitas birokrasi negara.
Namun, pandangan berbeda datang dari Waketum Partai Gerindra, Habiburokhman, yang berpendapat bahwa penambahan kementerian diperlukan untuk menghadapi tantangan yang semakin kompleks di masa depan.
“Perbedaan jumlah kementerian sejak era reformasi 1998, yang mencerminkan dinamika birokrasi negara yang terus berubah,” ucapnya, Rabu (8/5/2024).
Sebagai catatan, sejak era Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), jumlah kementerian telah berubah-ubah.
Pada era Gus Dur, terdapat 35 kementerian, sementara pada masa pemerintahan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, jumlahnya turun menjadi 30.
Periode pertama Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memiliki 35 kementerian, dan turun menjadi 34 pada periode kedua.
Begitu juga pada masa pemerintahan Presiden ke-7 Jokowi, yang memiliki 35 kementerian pada periode pertama dan 34 kementerian pada periode kedua.
Perdebatan mengenai penambahan jumlah kementerian memperlihatkan kompleksitas dalam pengelolaan birokrasi negara dan perhatian terhadap efisiensi serta pencegahan korupsi.
Kritik dan saran-saran dari berbagai pihak diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan yang serius bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan terkait struktur kementerian di masa mendatang.(CC-01)