PANDUGA.ID, SEMARANG – PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI menghadapi tantangan serius terkait pembayaran pinjaman sebesar Rp 6,9 triliun yang berasal dari China Development Bank (CDB).
Pinjaman tersebut digunakan untuk menutupi pembengkakan biaya (cost overrun) proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Whoosh.
EVP Corporate Secretary KAI, Raden Agus Dwinanto Budiadji, mengungkapkan bahwa pinjaman ini menjadi tanggungan KAI sebagai pemimpin konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam proyek KCJB.
“Selain harus melunasi pinjaman dari CDB, KAI juga harus menjaga keseimbangan biaya operasional proyek Whoosh,” katanya, Selasa (23/4/2024).
Hal ini menjadi perhatian serius mengingat kondisi kas perusahaan yang berpotensi defisit jika target jumlah penumpang tidak tercapai.
Dalam situasi ini, bantuan dari pemerintah diharapkan untuk membantu KAI mengatasi tantangan finansial yang dihadapi.
Kereta Cepat Jakarta-Bandung merupakan salah satu proyek infrastruktur yang dianggap strategis dalam meningkatkan konektivitas antar kota dan mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya.
Namun, pembengkakan biaya dalam proyek ini menimbulkan dampak finansial yang signifikan bagi KAI sebagai pemimpin konsorsium.
Permintaan bantuan dari pemerintah menjadi langkah strategis dalam upaya menjaga kelangsungan proyek Whoosh dan mencegah terjadinya potensi krisis keuangan bagi KAI.
Keberhasilan proyek ini tidak hanya akan memberikan manfaat ekonomi bagi daerah terkait, tetapi juga akan menjadi cerminan dari kemampuan Indonesia dalam mengelola proyek infrastruktur besar.
Reaksi dari berbagai pihak terhadap permintaan bantuan KAI ini menjadi sorotan, dengan sejumlah pihak menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana publik.
Sementara itu, keputusan pemerintah terkait dengan permintaan bantuan ini akan menjadi penentu bagi kelangsungan proyek Whoosh dan dampaknya terhadap sektor transportasi dan ekonomi nasional.(CC-01)