PANDUGA.ID, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024 yang diajukan oleh pasangan calon (paslon) nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan paslon nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Putusan No. 1/PHPU.PRES-XXII/2024 dan No. 2/PHPU.PRES-XXII/2024 mengenai perkara tersebut menunjukkan bahwa MK menolak permohonan pemohon dan seluruh terkaitnya.
Inti dari putusan kedua perkara tersebut adalah penolakan MK terhadap semua permohonan yang diajukan.
Dalam permohonan paslon nomor urut 1, MK memutuskan untuk membatalkan hasil perhitungan suara yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 20 Maret 2024.
Selain itu, paslon ini meminta MK untuk mendiskualifikasi paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Namun, putusan tersebut tidak disetujui secara bulat oleh semua hakim MK. Sebanyak lima hakim menyetujui putusan tersebut, sementara tiga hakim memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion.
Catatan Panduga.id, Senin (22/4/2024), terdapat lima hakim yang menyetujui putusan tersebut adalah Suhartoyo, Daniel Yusmic P Foekh, Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani.
Sedangkan tiga hakim yang memiliki pendapat berbeda adalah Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih.
Perbedaan pendapat ini menunjukkan kompleksitas dan kedalaman analisis dalam pembahasan perkara ini di tingkat MK.
Dengan putusan ini, MK telah menjaga independensinya sebagai lembaga pengadilan yang bertugas untuk menegakkan konstitusi.
Meskipun keputusan ini mungkin tidak memuaskan semua pihak, namun hal ini menegaskan pentingnya proses hukum dalam menyelesaikan sengketa politik yang berkaitan dengan pemilihan umum.
Sebagai institusi penegak hukum tertinggi dalam hal konstitusi, MK harus mempertimbangkan dengan cermat setiap argumen yang diajukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa pilpres ini.
Putusan MK menjadi penentu akhir yang mengikat bagi semua pihak, sehingga memastikan keadilan dan keberlanjutan proses demokratis di Indonesia.(CC-01)