PANDUGA.ID, DUBAI – Kota Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), mengalami banjir yang luar biasa besar pada Senin (15 April 2024).
Beberapa pihak mengklaim banjir tersebut merupakan akibat dari upaya pemerintah yang melakukan praktik penyemaian awan atau cloud seeding untuk menciptakan hujan buatan.
Namun para ilmuwan telah membantah klaim tersebut dan pemerintah pun memberikan klarifikasi.
Pusat Meteorologi Nasional (NCM), satuan tugas pemerintah yang bertanggung jawab atas penyemaian awan di UEA, mengatakan pihaknya belum menerapkan teknik modifikasi cuaca menjelang badai besar di Dubai.
Mereka memastikan untuk tidak mengirim pilot untuk menabur benih sebelum atau selama badai.
Omar Al Yazeedi, wakil direktur jenderal NCM, mengatakan mereka tidak mengadakan kegiatan penaburan apa pun.
“Salah satu prinsip dasar penyemaian awan adalah menargetkan awan sejak dini, sebelum hujan turun. Jika Anda dihadapkan pada situasi badai petir yang parah, sudah terlambat untuk melakukan operasi penyemaian,” ungkapnya.
Negara ini telah mengalami hujan lebat, dengan curah hujan lebih dari 250 mm di emirat Al Ain dan lebih dari 100 mm di tempat seperti Dubai.
Penyemaian awan, sebuah proses ilmiah untuk meningkatkan curah hujan, digunakan oleh Uni Emirat Arab untuk mengatasi kekurangan air.
Teknik ini diperkenalkan pada tahun 1990-an dan kini lebih dari 1.000 jam penyemaian awan dilakukan setiap tahunnya.
NCM mengatakan mereka mendeteksi hujan lebat tetapi tidak menargetkan awan apa pun untuk disemai selama badai petir kemarin.
“Kami sangat memperhatikan keselamatan karyawan, pilot, dan pesawat kami. NCM tidak melakukan operasi penyemaian awan selama cuaca buruk,” tuturnya.
Banyak ilmuwan atmosfer menolak gagasan bahwa penyemaian awan bertanggung jawab atas banjir Dubai.
Pendapat Ahli Cuaca
Para ahli yakin hujan tersebut berasal dari sistem awan alami yang langka di Negara Teluk yang memang mengalami peningkatan curah hujan dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Natue, curah hujan diperkirakan akan meningkat sebesar 30% pada tahun 2080.
Terkenal dengan iklim gurun dan curah hujan yang rendah, Uni Emirat Arab telah menyaksikan perubahan pola cuaca akibat perubahan iklim.
Infrastruktur dan bangunan di UEA dirancang mengikuti pola cuaca umum di wilayah tersebut, sehingga sistem drainase kesulitan mengatasi hujan lebat yang belum pernah terjadi sebelumnya.(CC-01)