PANDUGA.ID, SEMARANG – Media sosial baru-baru ini dihebohkan dengan narasi yang menyebut bahwa Selat Muria muncul lagi, menyusul terendamnya beberapa kota di pesisir Jawa Tengah seperti Demak, Pati, dan Kudus akibat banjir.
Selat Muria, yang dulunya memisahkan Pulau Jawa dan Gunung Muria, telah menghilang sekitar 300 tahun yang lalu dan berubah menjadi daratan.
Namun, ramainya narasi tentang kemunculan kembali Selat Muria membuat Pakar Geologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eko Soebowo, angkat bicara.
Menurutnya, penurunan tanah di wilayah tersebut memang mudah terjadi, dan hal ini membuka kemungkinan bagi Selat Muria untuk muncul kembali, meskipun bukan karena banjir yang terjadi saat ini.
Eko Soebowo menjelaskan bahwa material bawah tanah di wilayah Semarang, Demak, dan sekitarnya masih rentan terhadap penurunan, terutama karena belum mengalami kompaksi sempurna.
“Kota-kota seperti Semarang dan pantura Jawa Tengah mengalami subsidence (penurunan permukaan tanah) yang disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk faktor alami dan dampak aktivitas manusia,” ucapnya dalam keterangan tertulisnya, Senin (25/3/2024).
Faktor penurunan tanah tersebut bervariasi tergantung pada tipikal tanah di masing-masing daerah serta faktor pendukung penurunan tanah yang ada di wilayah tersebut.
Selain itu, eksploitasi air tanah juga merupakan faktor dominan yang dapat menyebabkan penurunan muka tanah hingga 7-8 sentimeter per tahun.
Eko juga menyebutkan bahwa kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim juga dapat berpotensi menyebabkan Selat Muria muncul kembali.
Meskipun banjir yang terjadi di Jawa Tengah menjadi sorotan, keterkaitannya dengan potensi kemunculan kembali Selat Muria masih menjadi perdebatan.
Penjelasan dari Pakar Geologi ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang kondisi geologis wilayah tersebut, sementara pemerintah dan peneliti terus memonitor perkembangan yang ada untuk mengantisipasi potensi bencana alam yang mungkin terjadi.(CC-01)