PANDUGA.ID, JAKARTA – Sejumlah LSM lingkungan mengeluarkan pernyataan yang menilai bahwa jumlah kasus dan korban konflik agraria di era Jokowi jauh lebih buruk dibandingkan dengan era SBY.
Menurut Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman), Rukka Sombolinggi, kondisi masyarakat adat, petani, buruh tani, nelayan, dan perempuan semakin memburuk dalam 10 tahun terakhir.
“Penetapan UU Cipta Kerja dan kebijakan di sektor agraria dan sumber daya alam menunjukkan bahwa pemerintahan ini tidak bekerja untuk melindungi dan memenuhi hak-hak rakyat yang dijamin konstitusi,” terangnya, Rabu (20/3/2024).
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, menambahkan bahwa kebijakan Presiden Jokowi justru memperburuk krisis agraria yang sudah makin akut.
Selama periode 2015-2023, tercatat sedikitnya 2.939 konflik agraria dengan total luas 6,3 juta hektare yang berdampak pada 1,7 juta rumah tangga petani dan masyarakat adat.
Sebanyak 2.442 petani dan pejuang agraria mengalami tindakan kriminalisasi, 905 orang mengalami kekerasan, 84 orang terluka oleh tembakan, dan 72 orang meninggal dunia di wilayah konflik.
“Dibandingkan dengan era SBY, data tersebut menunjukkan peningkatan yang signifikan,” tegasnya.
Di era SBY, terdapat 1.520 kasus konflik agraria dengan luas total 5,7 juta hektare dan dampak pada 900 ribu rumah tangga.
Lebih lanjut, 1.354 orang petani dan pejuang agraria dikriminalisasi, 553 mengalami kekerasan, 110 tertembak, dan 70 orang tewas.
Analisis data ini memberikan gambaran nyata tentang eskalasi krisis agraria di Indonesia, serta menyoroti perlunya langkah-langkah konkret untuk menyelesaikan konflik dan melindungi hak-hak masyarakat agraris.(CC-01)