PANDUGA.ID, JAKARTA – Melky Nahar, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang Nasional (Jatam), meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertindak tegas terhadap dugaan penyalahgunaan kekuasaan dalam pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) yang melibatkan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.
Melky merekomendasikan pemberhentian sementara Bahlil menyusul dugaan adanya biaya tambahan untuk mengembalikan IUP yang dicabut belakangan ramai dibicarakan.
“Sebaiknya Bahlil, karena temuan ini juga menular, diberhentikan dulu, atau Presiden harus memberikan pernyataan kepada penegak hukum, silakan bertindak tanpa diskriminasi,” kata Melky, Senin (4/3/2024).
Menurut Melky, landasan hukum mengenai hak pencabutan IUP di tangan Bahlil sejak awal memang bermasalah.
Permasalahan tersebut belakangan diduga disebabkan oleh hilangnya biaya atau pencatatan IUP.
“Transaksinya cacat sejak awal, masalah belum terselesaikan saat peraturan dibuat,” ujarnya.
Ia menegaskan, kewenangan reklamasi dan lelang wilayah pertambangan harus berada di tangan Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Namun, baru-baru ini Jokowi mengeluarkan keputusan presiden yang memberikan landasan hukum bagi Bahlil untuk merebut kembali kekuasaan dari Arifin.
“Hanya saja peraturan presidennya kurang tegas mengaturnya,” ujarnya.
Sebelumnya, podcast Tempo memberitakan, dalam pencabutan dan pengembalian IUP dan HGU, Bahlil menuntut dana miliaran rupee dalam bentuk tunai atau penyertaan saham di masing-masing perusahaan.
Sementara itu, Bahlil membantah biaya perpanjangan pajak atau IUP bisa mencapai miliaran.
“Dari mana asalnya? Siapa yang bilang? Dari mana asalnya? Panggil polisi dan tangkap orang ini,” kata Bahlil saat ditemui di Bontang, Kalimantan Timur, pekan lalu.
Ia membantah keras hal tersebut dan menjamin bahwa tidak semua izin dapat dimanipulasi dengan memberikan “amplop”.
Lebih lanjut, Bahlil memastikan pihaknya telah mencabut 2.078 IUP yang tidak efektif.
“Oh, semuanya dicabut itu tidak benar. Saya sudah mencabut 2.078 IUP semuanya,” imbuhnya.(CC-01)