PANDUGA.ID, JAKARTA – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengungkapkan, MK bisa saja membatalkan hasil pemilu apabila ditemukan kecurangan.
Menurut calon wakil presiden, hal ini membuktikan bahwa partai yang kalah dalam pemilu dan mencela kecurangan tidak selalu kalah dalam proses persidangan di Mahkamah Konstitusi.
“Saat saya masih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Konstitusi pernah memutuskan untuk membatalkan hasil pemilu berupa memerintahkan pemilihan ulang atau membatalkan seluruh pemilu. Dengan demikian, pemenang dinyatakan didiskualifikasi,” kata Mahfud di Universitas Indonesia belum lama ini.
Apa yang disampaikan Mahfud juga memperjelas pernyataannya bahwa pihak yang kalah akan selalu menuduh pemilu curang.
Mahfud menilai kecurangan pemilu sering terjadi.
Namun, di persidangan, bukti-bukti seringkali tidak lengkap.
“Jadi saya katakan, setiap ada yang kalah dalam pemilu, selalu dituduh melakukan penipuan. Saya katakan itu pada awal tahun 2023. Tepatnya sebelum masa pemilu dimulai,” kata Mahfud.
“Tapi jangan berasumsi bahwa penggugat selalu kalah. Karena seringkali kecurangan terbukti terjadi secara sah dan meyakinkan,” ujarnya.
Mahfud kemudian membeberkan beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan hasil pemilu atau memerintahkan pemilu ulang.
Misalnya saja Provinsi Jawa Timur pada tahun 2008.
Saat itu, Khofifah Indar Parawansa yang semula dinyatakan kalah, kemudian dicopot dan Mahkamah Konstitusi memerintahkan pemilihan ulang.
Lalu hasil Pilkada Bengkulu Selatan, pemenangnya tersingkir, kemudian yang kalah menjadi pemenang.
Bukti Pembatalan Pilkada
Hasil Pilkada Kota Waringin Barat serupa dengan Bengkulu Selatan dan masih banyak lagi kasus-kasus lain dimana terjadi pemilihan ulang, baik secara perseorangan, di daerah tertentu, di desa tertentu, dan sebagainya.
Mahfud juga mencontohkan, pada tahun 2008, istilah gugatan yang terstruktur, sistematis, dan masif muncul sebagai istilah putusan pengadilan di Indonesia.
Saat itu, Mahkamah Konstitusi (MK) tempat Mahfud menjabat sebagai hakim sedang memutus perselisihan terkait Pilkada Jawa Timur antara Khofifah dan Soekarwo.
Penggunaan istilah TSM kemudian menjadi dasar pengambilan keputusan lain dan diakui secara resmi dalam undang-undang pemilu.
Oleh karena itu, TSM kini menjadi bagian dari hukum perkara dan diatur dengan undang-undang (UU), peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), serta peraturan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Buktinya banyak pemilu yang dibatalkan, didiskualifikasi. Ratusan kasus sudah saya tangani, banyak kasus. Ada yang diulang dan sebagainya,” ujarnya.(CC-01)